Bea Masuk 0% di Paket Kebijakan XV Untungkan Industri Galangan Kapal

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
19/6/2017, 18.05 WIB

Pemerintah baru saja meluncurkan paket kebijakan ekonomi XV dengan fokus pengembangan sistem logistik nasional. Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto pun yakin bahwa pelaksanaan kebijakan tersebut akan meningkatkan industri kapal nasional.

Salah satu tujuan kebijakan itu adalah terciptanya peluang pasar bagi pengusaha pelayaran, asuransi kelautan, dan pemeliharaan kapal nasional. Kebijakan ini dinilainya dapat meningkatkan industri galangan kapal yang selama ini lesu.

"Dari keseluruhan kapasitas industri galangan kapal, sekarang hanya 30 persen yang berproduksi," kata Airlangga di kantornya, Senin, (19/6).

Dalam paket kebijakan ekonomi XV, salah satu poin yang dinilai paling signifikan untuk mendorong industri galangan adalah penetapan bea masuk impor 115 jenis suku cadang kapal laut sebesar 0 persen. Sasaran kebijakan ini, menurut Airlangga, akan membantu persiapan bisnis pembuatan kapal.

(Baca juga: Daftar Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Jilid XV)

Dengan kebijakan tersebut, ia pun menargetkan produksi galangan kapal di dalam negeri akan menghasilkan 70 sampai 100 unit kapal baru senilai US$ 70 juta. "Kalau untuk komponen (kapal) kami tetap dorong," katanya.

Selain itu, pemerintah pun mendorong distribusi kapal. Pasar galangan kapal, menurut Airlangga, memang banyak dan tersebar di Indonesia, contohnya Batam, Lampung, dan Lamongan. Namun, ketersediaan jumlah untuk produksi kapal masih terbatas.


Rata-Rata Tonase Kapal Penangkap Ikan data WCPFC 2015

Pelaku usaha di sektor logistik, perkapalan dan pelayaran pun menyambut paket kebijakan ekonomi XV. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto yang juga merupakan Ketua DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) mengungkapkan harapannya agar beyond cabotage bisa cepat terwujud.

"Muatan-muatan batubara dan kalapa sawit yang diekspor sekarang harus menggunakan kapal berbendera Indonesia. Demikian juga kalau kita mengimpor beras dan bahan pokok, menggunakan kapal Indonesia," kata Carmelita.

Carmelita juga menyambut baik pemberian insentif pajak 0 persen bagi 115 komponen kapal untuk industri galangan kapal. Hal ini akan membuat harga produk dan layanan galangan kapal menjadi efisien. 

"Hanya sebagai pelayaran, kami berharap galangan kapal tidak berkonsentrasi bisnisnya di Indonesia bagian barat. Sebaiknya galangan kapal juga dibangun di Indonesia bagian timur sehingga kapal-kapal di timur yang memerlukan perawatan tidak perlu ke barat dulu," tuturnya.

(Baca juga:  Paket Kebijakan XV, Kemenhub Hapus Syarat Modal Usaha Angkutan Laut)

Mengenai dihapuskannya modal dasar bagi keagenan kapal, Carmelita berharap agar Kementerian Perhubungan, segera membuat turunan dari keputusan ini.  "Jangan sampai pihak-pihak yang tidak kompeten lalu menjadi agen kapal. Kalau ada masalah, mereka tidak bertanggung jawab," katanya.

Hanya,  kata dia, pelaku usaha masih membutuhkan insentif berupa kemudahan dalam fasilitas perbankan. Serta kebijakan-kebijakan pajak yang berpihak pada industri pelayaran nasional sebagimana negara-negara lain memberikan kebijakan pada industri pelayaran mereka.

"Bunga perbankan kita masih tinggi. Kami juga berharap dihilangkannya PPN bahan bakar dalam negeri dan PPh dalam perusahaan pelayaran," ujar Carmelita.

INSA, lanjut dia, juga mendukung penguatan kelembagaan Indonesia National Single Window (INSW) dan penyederhanaan tata niaga untuk mendukung kelancaran arus barang, dengan membentuk Tim Tata Niaga Ekspor Impor dalam rangka mengurangi LARTAS (larangan dan/atau pembatasan) dari 49 persen menjadi sekitar 19 persen.

Reporter: Michael Reily, Pingit Aria