Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai investigasi yang tengah dijalankan Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah mitra dagangnya, termasuk Indonesia. Alasannya, hasil investigasi tersebut bisa mempengaruhi kebijakan dagang Negeri Paman Sam ke depan.
Sri Mulyani mengatakan ada bermacam hal yang diinvestigasi AS, termasuk soal kebijakan domestik terkait Bahan Bakar Minyak (BBM). "Apakah Bahan Bakar Minyak disubsidi, misalnya, itu juga dianggap unfair competition. Jadi jangan pernah merasa ini sesuatu biasa, karena bisa berpengaruh pada banyak kebijakan,” kata dia saat Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) di Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN), Jakarta, Selasa (7/4).
Indonesia turut diinvestigasi AS lantaran masuk dalam daftar 16 negara mitra dagang yang dianggap curang. Dasar tudingan tersebut yaitu defisit transaksi dagang yang selalu dialami AS dengan negara-negara mitra tersebut. (Baca juga: Trump Tuduh Indonesia “Curang”)
Sejak 2012, Indonesia memang selalu mengalami surplus dagang dengan AS. Selama lima tahun terakhir, Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 10 miliar, US$ 9,8 miliar, US$ 11,1 miliar, US$ 12,5 miliar, dan US$ 13,2 miliar. AS pun menuduh ke-16 negara yang dianggap curang, termasuk Indonesia, melakukan dumping, manipulasi mata uang, atau perjanjian dagang yang merugikan AS.
Sri Mulyani mengakui, ada sinyal positif bagi perdagangan internasional setelah pertemuan Presiden Cina Xi Jinping dengan Trump, beberapa waktu lalu. Namun, hal tersebut belum bisa dijadikan tolak ukur bahwa AS tidak akan membatasi dagangnya atau menghentikan investigasinya ke Indonesia. (Baca juga: Pengusaha Biodiesel Minta Pemerintah Cegah Sanksi Dagang Trump)
Maka itu, ia menilai Indonesia harus tetap mengantisipasi investigasi AS agar neraca perdagangan alias ekspor-impor tetap positif. Pemerintah, menurut dia, tetap harus berfokus untuk mendorong penambahan pasar ekspor yang baru. Selain itu, meningkatkan kerja sama bilateral untuk ekspor produk-produk utama atau yang bernilai tambah tinggi.
(Baca juga: ADB Ramal Kenaikan Permintaan Dunia Bisa Tangkal Kebijakan Trump)
Tahun ini, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekspor sebesar 0,3 persen, membaik dari tahun lalu yang terkontraksi 1,7 persen. "Ekspor akan relatif flat, tapi tidak negatif," kata dia. Adapun, tahun depan, ekspor ditargetkan tumbuh sebesar 0,3 persen hingga 0,6 persen, meski permintaan global masih dalam tren penurunan.