Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah penyimpangan dalam proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 10 ribu Megawatt (MW) periode 2006-2015. Salah satu sorotannya yaotu, ada temuan pemborosan dana yang telah dikeluarkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang notabene perusahaan milik negara, karena banyak pembangkit listrik tersebut mangkrak saat ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK yang tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2016 yang dipublikasikan pada Kamis (6/4) kemarin, terungkap mangkraknya lima Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di berbagai wilayah telah menyebabkan pemborosan keuangan PLN sebesar Rp 609,54 miliar dan US$ 78,69 juta. perinciannya, sebanyak empat proyek sudah mangkrak: PLTU Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon, PLTU 2 NTB Lombok, PLTU Kalbar 2, dan satu pembangkit berpotensi mangkrak yaitu PLTU Kalbar 1.
"Pengeluaran PLN untuk membangun PLTU tersebut tidak memberikan manfaat sesuai dengan rencana," tulis BPK dalam hasil temuannya di IHPS II tahun 2016. (Baca: Jokowi Ancam Bawa Masalah Pembangkit Mangkrak ke KPK)
Selain itu, ada BPK menemukan beberapa persoalan ketidakpatuhan dan kelemahan pengawasan internal PLN dalam pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tersebut. Pertama, penyelesaian pembangunan 13 PLTU terlambat, di antaranya karena perencanaan yang tidak memadai, jaringan, sistem dan operator yang belum siap, serta peralatan yang rusak.
Kedua, ketidakpastian status lahan PLTU Adipala dan akses jalan PLTU Pangkalan Susu. Ketiga, PLN belum mengenakan denda keterlambatan penyelesaian pembangunan 12 proyek PLTU sebesar Rp 704,87 miliar dan US$ 102,26 juta.
Keempat, pemborosan atau harga proyek yang mahal. BPK menemukan penyiapan lahan lokasi PLTU Sewa Kariangau Kalimantan Timur memboroskan keuangan PLN senilai Rp 74,8 miliar karena pembangunannya dibatalkan.
BPK menyatakan, berbagai permasalahan tersebut mengakibatkan pembangunan PLTU 10 ribu MW tidak sesuai target dan biaya penyelesainnya membengkak. Alhasil, PLN harus memanggung biaya tambahan serta menyediakan dana investasi sebesar US$ 137,56 juta dan Rp 555,97 miliar.
"Pemeriksaan atas proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW periode 2006-2015, menyimpulkan bahwa PLN belum mampu merencanakan secara tepat dan belum mampu menjamin kesesuaian dengan ketentuan dan kebutuhan teknis yang ditetapkan," tulis BPK dalam laporannya. (Baca: Jokowi Minta 34 Pembangkit Listrik Mangkrak Dilanjutkan)
BPK pun menyusun tujuh rekomendasi yang bisa dilakukan oleh PLN. Pertama, mengkaji kelemahan perencanaan, pelaksanaan dan operasi pembangunan PLTU tersebut. Kedua, mengambil langkah strategis untuk mengatasi risiko bawaan pemakaian LRC, pendanaan, serta perizinan dan pembebasan lahan.
Ketiga, mempertanggungjawabkan atau melaporkan biaya tambahan untuk seluruh PLTU 10 ribu MW kepada pemegang saham PLN. Keempat, menjatuhkan sanksi kepada para pelaksana kegiatan dan pejabat yang bertanggung jawab dalam proyek itu.
Kelima, menetapkan kelayakan kontraktor dan memutuskan keberlanjutan kontrak PLTU NTB 2, PLTU Kalbar 1, dan PLTU Kalbar 2. Keenam, mengintensifkan koordinasi dengan instansi terkait untuk menyelesaikan permasalahan. Ketujuh, menarik denda keterlambatan yang belum dikenakan kepada kontraktor.
(Baca: Audit BPKP Rampung, PLN Lanjutkan Bangun 23 Pembangkit Mangkrak)
Sekadar informasi, pembangunan proyek listrik 10 ribu MW ini berada di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Payung hukumnya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2006 yang terakhir kali diubah dengan Perpres Nomor 193 Tahun 2014 tentang penugasan kepada PLN untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan tenaga batubara.
PLN membangun pembangkit listrik di 37 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia dengan kapasitas sebesar 9.935 MW. Perinciannya, 10 lokasi di Pulau Jawa berkapasitas 7.490 MW dan 27 lokasi di luar Jawa berkapasitas 2.445 MW.
Sebelumnya, manajemen PLN menyatakan telah menerima hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) terkait 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak dari program 10 ribu MW tersebut. Berdasarkan hasil audit ini, PLN akan melanjutkan 23 proyek dan menghentikan 11 proyek.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan keputusan melanjutkan 23 proyek pembangkit mangkrak ini telah melalui hasil kajian PLN berbasiskan audit BPKP. "Sudah disepakati BPKP," ujarnya, Rabu lalu (5/4).