Takut Kriminalisasi, Pengusaha Sambut Undang-undang Konstruksi

Arief Kamaludin|KATADATA
konstruksi properti
27/2/2017, 14.24 WIB

Kalangan pengusaha mengaku lega dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi. Adanya payung hukum ini membuat mereka merasa terlindung dari kriminalisasi akibat kegagalan proyek.

“Jadi sekarang ada peluang para pekerja (kontraktor) tidak dikriminalisasi lagi, kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Iskandar Hartawi di Jakarta, Senin (27/2).

Menurutnya, selama ini kontraktor sering menjadi korban kriminalisasi jika terjadi kegagalan dalam pembangunan proyek. Padahal, kegagalan itu bisa saja terjadi akibat kendala teknis seperti cuaca atau hal-hal lain di luar kontrak kerja.

(Baca juga:  Pemerintah Buka Jalan Baru di Pantai Utara Papua)

Untuk diketahui dalam pasal 60 hingga 67 UU Nomor 17 telah diatur hal-hal terkait kegagalan bangunan yang melibatkan kontraktor. Dalam pasal 61 misalnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan menetapkan tim penilai yang mencari pihak bertanggung jawab atas kegagalan pembangunan. Adapun jangka waktu kerja tim penilai sekitar 90 hari.

Sebelumnya, kegagalan bangunan tidak diatur dalam regulasi yang spesifik. Posisi kontraktor pun menjadi rawan kriminalisasi karena penegak hukum bisa langsung masuk tanpa adanya penilaian terlebih dahulu.

Kondisi itulah yang menurut Iskandar menjadi penahan niat kontraktor swasta untu turut menggarap proyek pemerintah selama ini. "Padahal Presiden (Joko Widodo) meminta pembangunan dipermudah, tapi yang terjadi di lapangan tidak mudah," kata Iskandar.

(Baca juga:  Jokowi - Ahok Semobil Tinjau Proyek Semanggi dan MRT Jakarta)

Sementara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono berharap dengan adanya regulasi ini maka kontraktor hanya berfokus kerja keras saja dalam menggeber pembangunan infrastruktur. Apalagi ia melihat potensi proyek infrastruktur cukup besar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan non-APBN.

"Fokus saya bagaimana kita meningkatkan daya saing. Yang penting fighting spiritnya," kata Basuki.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution