Cegah Kartel Obat, Kementerian Kesehatan Gandeng KPPU

Arief Kamaluddin | Katadata
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Pingit Aria
10/2/2017, 18.39 WIB

Regulasi tersebut menyebutkan bahwa pemberian informasi harga eceran tertinggi obat bertujuan menjamin keterjangkauan harga obat dan upaya dalam memenuhi akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat. Berkat peraturan itu, apoteker bisa memberikan alternatif yang kontennya aman. “Itu suatu kemajuan luar biasa karena biasanya yang referensi kan dokternya,” katanya.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan hampir semua sektor dalam industri kesehatan antara lain industri  farmasi, pelayanan kesehatan, pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan serta pembiayaan kesehatan rentan terhadap praktik monopoli semu.

Lebih lagi, riset yang panjang dan memakan biaya yang tidak sedikit berpotensi menghasilkan perang harga. "Obat ini butuh penelitian yang tidak mudah karena menyangkut keamanan manusia. Perlu riset hingga aman. Tentu dunia industri menjadikan ini suatu persaingan dalam harga," ujar Nila.

(Baca juga:  Indonesia – India Sepakat Kerja Sama di Tiga Sektor Industri)

Di sisi lain, Nila juga berharap industri farmasi dalam negeri sedikit demi sedikit bisa melakukan subtitusi impor bahan baku obat. Selama ini, 90 persen bahan baku obat didatangkan dari luar negeri.

Melalui penerbitan Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2016 tentang percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, Nila berharap bahan baku obat seluruhnya bisa dihasilkan negeri sendiri. “Dengan reglasi  itu kita membuka investasi bahan baku obat 100 persen dilakukan di indonesia. Kimia Farma sudah bisa lakukan itu sebetulnya,” katanya. 

Halaman:
Reporter: Muhammad Firman