Kominfo Minta Pemda Jakarta Tak Batasi Teknologi Jalan Berbayar ERP

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Yura Syahrul
14/1/2017, 12.00 WIB

Desakan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar tidak membatasi teknologi sistem jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP), semakin besar. Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta sistem tersebut terbuka untuk semua teknologi dan layanan yang berbasis aplikasi, alih-alih cuma teknologi Dedicated Short Range Communication (DSRC) yang telah ditetapkan Pemprov DKI.

Permintaan ini disampaikan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan melalui surat kepada Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono. “Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, perlu dibuka kesempatan untuk teknologi terbuka dan layanan yang berbasis aplikasi,” kata Samuel dalam surat yang salinannya dimiliki Katadata.

Surat tersebut merespons surat Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (APTSI) kepada Plt. Gubernur bertanggal 25 November 2016, yang ditembuskan ke Menteri Kominfo Rudiantara dan Dirjen Aplikasi Informatika. Samuel membenarkan isi surat yang disampaikannya kepada Sumarsono, Jumat lalu (14/1) itu.

Menurut dia, saat ini sudah memasuki teknologi berbasis digital. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta perlu membuka kesempatan yang sama memakai teknologi apapun bagi pengembangan sistem ERP. “Buka kesempatan yang sama bagi siapapun, pakai teknologi apapun. Solusinya harus terbuka, tidak boleh ditutup ke satu saja,” katanya kepada Katadata, Jumat (13/1).

Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016 yang menjadi payung hukum penerapan ERP dan diterbitkan pada masa Basuki Tjahaja Purnama tahun lalu, memang menuai sorotan tajam. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga Pergub itu berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

Dugaan itu mengacu kepada salah satu persyaratan bagi peserta tender proyek ERP. Pasal 8 ayat (1) huruf c dalam Pergub itu menetapkan teknologi yang digunakan yakni komunikasi jarak pendek (Dedicated Short Range Communication / DSRC) dengan frekuensi 5,8 GHz. Ketentuan ini menutup pintu bagi perusahaan yang mempunyai teknologi lain, seperti Radio Frequency Identification (RFID) atau Global Positioning System (GPS).

(Baca: KPPU: Ada Potensi Persaingan Tak Sehat Proyek ERP di Jakarta)

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menjelaskan, ada tiga opsi menyelesaikan masalah ini. Pertama, merevisi Pergub tersebut sehingga syarat dan ketentuan proses lelang berubah. Kedua, membuat peraturan baru yang menegaskan teknologi DSRC yang paling tepat untuk sistem ERP dengan memaparkan hasil kajian ilmiah, beserta contoh keberhasilannya di negara-negara lain.

Ketiga, meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai dasar hukum Pergub tersebut. "Solusinya adalah membuat peraturan daerah atau Perpres yang melegitimasi ini, supaya proses yang dilakukan dikecualikan dalam penerapan hukum persaingan usaha sehat," ujar Syarkawi kepada Katadata, Selasa (10/1) lalu.

Ia mengaku, Plt Gubernur DKI telah menyatakan komitmennya menghapuskan pasal tersebut. "Plt Gubernur sudah sepakat merevisi Pergubnya. Kami akan terus aktif memberikan masukan." Jika mengacu janji Sumarsono pada 4 Januari lalu, revisi Pergub itu memakan waktu dua pekan dan rampung dalam pekan depan.

Berdasarkan riset, beberapa negara lain yang menerapkan sistem ERP telah meninggalkan teknologi DSRC. Mislanya, Singapura sebagai pionir sistem ERP dengan teknologi DSRC, pada tahun 2018 akan beralih ke teknologi berbasis satelit navigasi dan 4G LTE.

Jika mengacu kepada negara-negara lain yang menerapkan sistem ERP, sebetulnya ada beberapa pilihan teknologi. Antara lain teknologi RFID, GPS (satelit), Automatic Number Plate Recognition/ ANPR (kamera), atau gabungan antara DSRC dan ANPR.

Namun, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyatakan, kajian sistem ERP ini telah dilakukan selama 13 tahun dan diujicobakan. Kajian oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 2015 itu merujuk pada teknologi DSRC yang paling tepat digunakan di Jakarta.

Ia tidak mempersoalkan jika negara lain saat ini telah beralih ke teknologi lain karena menyakini teknologi DSRC paling aman dan terjamin kualitasnya. "Jadi sistem yang digunakan adalah yang best practice dan proven. Kita tidak bicara (teknologi) yang akan, yang mau, yang sedang, tapi kita yang sudah dilakukan,” kata Sigit kepada Katadata, Kamis (12/1).