BPS: Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi Lambat

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
16/12/2016, 10.43 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis indeks pembangunan teknologi informasi dan komunikasi (IP-TIK) Indonesia. Hasilnya mencatat bahwa sepanjang 2012 sampai 2015, pembangunan teknologi informasi dan komunikasi di Tanah Air masih berjalan lambat.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan skala penghitungan IP-TIK ini adalah satu sampai dengan sepuluh. Dari data yang dikumpulkan, IP-TIK Indonesia tahun 2012 sebesar 4,24. Kemudian naik tipis pada 2013 ke 4,50, dan seterusnya, pada 2014 di angka 4,59 dan tahun lalu 4,83.

"Jika melihat angka ini, maka pertumbuhan IP-TIK Indonesia berjalan dengan lambat," ujar Sasmito saat konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (14/12). (Baca Ekonografik: Efisiensi Industri Telekomunikasi untuk Pengembangan Ekonomi Digital)

BPS mencatat sepanjang 2012-2015 hanya ada satu wilayah di Indonesia yang masuk dalam kategori IP-TIK tinggi, yakni Provinsi DKI Jakarta. Lebih dari 20 provinsi yang tergolong dalam IP-TIK rendah dengan angka di bawah 4. Wilayah yang masuk dalam kategori sedang masih di bawah 10 provinsi, dalam empat tahun terakhir.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPS)

Sebagai informasi, IP-TIK merupakan suatu ukuran standar yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan teknologi informasi dan komunikasi di suatu wilayah. IP-TIK disusun oleh sebelas indikator yang dikombinasikan menjadi suatu ukuran standar pembangunan sektor tersebut.

Kesebelas indikator tersebut meliputi pelanggan telepon tetap dan seluler per 100 penduduk. Bandwith internet internasional per pengguna, persentase rumah tangga yang menguasai komputer, persentase rumah tangga yang memiliki akses internet, dan persentase penduduk yang mengakses internet.

Indikator lainnya adalah pelanggan internet broadband tetap kabel dan tanpa kabel per 100 penduduk, angka melek huruf, angka partisipasi kasar sekunder (SMP sederajat dan SMA sederajat). Kemudian angka partisipasi kasar tersier (pendidikan D1 sampai S1).

(Baca: Separuh Penduduk Indonesia Pengguna Internet, 65 Persen di Jawa)

IP-TIK ini berguna untuk membandingkan pembangunan TIK antar waktu dan antar wilayah. IP-TIK dapat menunjukan kesenjangan digital serta potensi pembangunan dan pengembangan TIK. Semakin tinggi nilainya, maka semakin pesat pembangunan di suatu wilayah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilainya, maka pembangunan TIK di wilayah tersebut berjalan lambat.

Hasil riset BPS ini menunjukkan adanya keterkaitan antara IP-TIK dengan indikator sosial ekonomi lainnya, yakni Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kemiskinan, dan ketimpangan. Semakin tinggi IP-TIK suatu wilayah, semakin tinggi pula IPM dan PDRB perkapita wilayah tersebut.

Kesimpulan lainnya, semakin tinggi IP-TIK suatu wilayah, semakin rendah persentase penduduk miskin di wilayah tersebut. Pada provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan pendapatan (rasio gini), cenderung memiliki IP-TIK yang rendah.