Peringkat kemudahan bisnis di Indonesia maju ke posisi 91 dunia. Pencapaian tersebut tercatat dalam laporan tahunan terbaru Bank Dunia tentang doing business. Kenaikan tersebut didorong oleh beberapa faktor, di antaranya penyediaan listrik, penggunaan sistem online, hingga kebijakan satu atap terkait layanan bea dan cukai.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan Bank Dunia mengukur kemudahan bisnis suatu negara dengan melihat beberapa indikator yaitu kemudahan memulai usaha, memperoleh sambungan listrik, pendaftaran properti, memperoleh pinjaman, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, dan penegakan kontrak. Di Indonesia, Bank Dunia mengukur indikator-indikator tersebut di dua kota, yaitu Surabaya dan Jakarta.
“Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan mutu lingkungan usaha bagi sektor swasta, khususnya dalam tiga tahun terakhir,” kata Chaves dalam keterangan resminya yang diterima Katadata, Rabu, 26 OKtober 2016. (Baca juga: Naik 15 Peringkat, Kemudahan Berbisnis di Indonesia Posisi 91 Dunia).
Bank Dunia melihat ada perbaikan layanan listrik di Surabaya dan Jakarta. Perbaikan tersebut terjadi karena pemerintah telah menambah pasokan listrik. Selain itu, pemerintah juga mempercepat proses untuk mendapatkan sambungan listrik untuk pergudangan.
Di Surabaya, proses permintaan sambungan listrik baru telah dipercepat. Alhasil, pengusaha semakin mudah untuk memperoleh sumber energi tersebut. Saat ini, rata-rata hanya diperlukan 58 hari bagi perusahaan untuk memperoleh sambungan listrik di Indonesia. Tahun lalu, pengusaha harus menghabiskan waktu hingga 79 hari.
Selama setahun terakhir, pemerintah juga mendorong penggunaan sistem berbasis jaringan atau online untuk sejumlah layanan, misalnya pengurusan peizinan usaha. Dengan adanya sistem online tersebut, pengusaha hanya memerlukan 25 hari untuk memulai usaha. Lebih cepat dibandingkan sebelumnya yang mencapai 48 hari. (Baca juga: Pengusaha Keluhkan Masih Ada Masalah Koordinasi di Birokrasi).
Proses pendaftaran transfer properti di Indonesia juga dinilai semakin baik setelah pemerintah menerapkan proses digitalisasi dalam pencatatan tanah dan pembuatan sistem informasi geografis. Selain itu, proses pembayaran pajak lebih mudah dengan sistem online. Imbas reformasi ini, jumlah pembayaran langsung terkait pajak turun menjadi 43 dari sebelumnya 54 per tahun.
Bank Dunia pun menilai proses ekspor dan impor di Indonesia semakin mudah. Hal ini seiring perbaikan layanan bea dan cukai serta penyerahan dokumen di bawah kebijakan satu atap. “Indonesia pun memperkuat akses kredit dengan menciptakan sebuah pendaftaran jaminan yang modern,” ujar dia.
Yang menarik, Bank Dunia juga mengukur hambatan terkait gender dalam memulai usaha, pendaftaran properti, dan penegakan kontrak di Indonesia. Hasilnya, lembaga keuangan global itu menilai tidak ada hambatan bagi pengusaha perempuan di bidang yang diukur.
Selain itu, Bank Dunia juga mengapresiasi adanya informasi tentang proses pascapelaporan yang terkait audit pajak dan pengembalian pajak. Dalam hal ini, Indonesia dinilai lebih unggul dari negara-negara lain di Asia Timur dan Pasifik. (Baca juga: Indonesia Masuk 10 Besar Negara Tujuan Utama Investasi).
Meski iklim usaha di Indonesia membaik, Chaves mengingatkan masih ada sederet hal yang perlu diperbaiki. Pemerintah masih harus menyederhanakan berbagai prosedur bisnis, mengurangi waktu dan biaya untuk memulai usaha, serta perbaikan dalam pendaftaran properti dan implementasi kontrak.