Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti dugaan praktik persaingan tidak sehat di bisnis telekomunikasi. Mulai dari dugaan praktik monopoli yang dilakukan oleh PT Telkomsel hingga praktik tarif murah yang diusung PT Indosat Ooredoo Tbk.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf menyatakan Telkomsel memang mendominasi pasar telekomunikasi di luar Jawa. Anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk ini menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar. “Dari sisi Undang-Undang Persaingan Usaha, kalau di atas 50 persen, maka dia disebut sebagai perusahaan monopoli,” ujarnya kepada Katadata, Selasa (21/6). Monopoli itu terjadi pada layanan suara (voice), pesan pendek (SMS) dan data.
(Baca: Monopoli Bisnis Telekomunikasi Terjadi di Luar Jawa-Bali)
Meski menguasai pangsa pasar, dia menilai, Telkomsel tidak melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha. Persoalan baru muncul jika Telkomsel terbuktu menyalahgunakan posisi monopoli tersebut.
Salah satu bentuk penyalahgunaan itu adalah menghalangi calon konsumen untuk mengakses produk pesaing. “Misalnya, dugaan Telkomsel memborong simcard Indosat di luar Jawa,” kata Syarkawi. Berdasarkan informasi dari publik itu, KPPU berencana memanggil manajemen Telkomsel pada Jumat (24/6) mendatang.
Terkait rencana tersebut, Syarkawi mengungkapkan, KPPU telah berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada Senin malam. Berdasarkan koordinasi itu, Rudiantara mengusulkan agar pemanggilan oleh KPPU ini bersamaan dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
KPPU ternyata tidak hanya memanggil Telkomsel. KPPU juga segera memanggil Indosat terkait iklan tarif telepon Rp 1 per detik. Syarkawi mempertanyakan tingkat kewajaran harga tersebut. Melalui pemanggilan itu, KPPU akan mencari tahu kemungkinan Indosat merebut pangsa pasar pesaing melalui tarif murah.
Sementara itu, Vice President Corporate Communications Telkomsel Adita Irawati menegaskan, dominasi Telkomsel di luar Jawa bukan merupakan praktik monopoli. “Penguasaan pasar oleh Telkomsel di luar pulau Jawa melalui sebuah proses panjang dan jatuh bangun luar biasa sejak berdirinya tahun 1995,” katanya melalui siaran pers Telkomsel, Senin (20/6).
Ia menjelaskan, saat itu operator telekomunikasi lain lebih fokus membangun jaringan infrastruktur telekomunikasi di pulau Jawa dan kota-kota besar yang lebih menguntungkan secara bisnis. Di sisi lain, lokasi-lokasi pembangunan jaringan di luar Jawa memiliki pasar yang tidak besar. Sedangkan belanja modal yang dibutuhkan cukup besar. Selain itu, biaya operasional akan jauh lebih tinggi dibandingkan di Jawa.
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, menurut Adita, Telkomsel tetap melakukan pembangunan sebagai bagian komitmen perusahaan dalam Modern Licensing, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Ia mengklaim hingga sekarang Telkomsel merupakn satu-satunya operator yang membangun infrastruktur telekomunikasi seluler hingga ke daerah pelosok, perbataasan dan pulau terluar Indonesia.
Adita menyebut jumlah base transceiver station (BTS) Telkomsel mencapai 116 ribu di Indonesia. Adapun penambahan jaringan rata-rata 25 persen per tahun. (Ekonografik: BRIsat Tambah Daftar Satelit Milik Indonesia)
Sebelumnya, Indosat menuding adanya monopoli bisnis telekomunikasi di luar Jawa. “Di luar Jawa itu, Telkomsel punya 86 persen, dan ini terus bertumbuh sampai akhirnya Indosat, XL dan lain-lain berpikir, apakah akan nilainya untuk melakukan bisnis di sana?” ujar Presiden Direktur Indosat Ooredoo Alexander Rusli kepada Katadata, pekan lalu.