Pemerintah mengklaim peringkat kemudahan usaha (Ease of Doing Business) Indonesia sudah meningkat dari 109 menjadi 53. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) peningkatan indeks kemudahan usaha ini banyak disumbang oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan pemerintah banyak memberi kemudahan bagi UMKM melakukan usaha. Salah satunya dengan memperlonggar syarat modal bagi UMKM untuk memulai usaha. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas.
"Ini besar kontribusinya (pada peningkatan ranking kemudahan usaha). Jadi, modal Rp 200 ribu saja bisa membuka (UKM)," kata Franky usai memberikan kata sambutan acara Dialog Perbaikan Kemudahan Usaha di kantornya, Jakarta, Senin (11/4). (Baca: Pemerintah Klaim Peringkat Kemudahan Usaha Naik ke Posisi 53)
Sebelumnya UMKM paling tidak harus menyediakan modal awal sebesar Rp 50 juta untuk memulai usaha. Dengan adanya PP tersebut maka modal awal ditentukan oleh pendiri UKM itu sendiri. Modal dasar yang dimaksud paling sedikit 25 persen harus ditempatkan dan disetor penuh dan dibuktikan dengan bukti penyetoran modal yang sah.
Kemudahan untuk memulai usaha juga didukung oleh pemerintah daerah. Seperti diketahui, Bank Dunia (World Bank) mengukur Ease of Doing Business pada dua kota di Indonesia, yakni DKI Jakarta dan Surabaya. Kedua kota ini berhasil melakukan penyederhanaan dalam prosedur perizinan usaha. Franky mengatakan perizinan yang sebelumnya mencapai 13 prosedur, dipangkas menjadi 5 prosedur di DKI Jakarta dan 4 prosedur di Surabaya.
"Lalu Kementerian Perdagangan telah menggabungkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dengan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), itu juga besar kontribusinya," ujarnya. (Baca: Bidik Posisi 40 Kemudahan Usaha, Pemerintah Libatkan Dua Pemda)
Franky juga menjelaskan dalam hal penyelesaian perkara, Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana juga akan banyak membantu kemudahan memulai usaha UKM. Dirinya mengatakan walaupun klaim ranking 53 ini merupakan hitungan sementara dan belum membandingkan dengan negara lain. Namun hal ini akan menjadi langkah besar Pemerintah untuk mengejar target ranking 40 dalam indeks Ease of Doing Business tahun 2017.
Sebelumnya Franky mengklaim ranking Ease of Doing Business di Indonesia telah mencapai posisi 53. Perhitungan yang dilakukan pemerintah mengacu pada 10 indikator yang digunakan Bank Dunia untuk mengukur kemudahan usaha. Indikator tersebut adalah dalam hal memulai usaha, pengurusan izin bangunan, mendapatkan sambungan listrik, pendaftaran properti, memperoleh kredit, perlindungan investor, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, penegakan kontrak, dan penutupan usaha.
Ketua Asosiasi UKM Indonesia M. Ikhsan Ingratubun menyampaikan pengusaha UKM Indonesia tentu berharap bahwa perbaikan dalam hal survey juga tercermin secara nyata dalam kemudahan berbisnis di Indonesia. “Sehingga jelas bahwa perbaikan kemudahan berusahan ini sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia,” ujarnya. (Baca: Ribuan Aturan Bermasalah, Jokowi: Menteri Jangan Asal Teken)
Sementara Direktur Riset Core Indonesia M. Faisal mengatakan Ease of Doing Business saja belum cukup dalam mengukur iklim bisnis yang sehat di suatu negara. “Indikator tersebut bias, kurang representatif dan bobot indikator dengan sub indikator sama. Selain itu, kemudahan berusaha bagi investor perlu memperhatikan kualitas investasi dan iklim bagi pekerja,” ujarnya.