Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah melibatkan pihak swasta untuk menggarap proyek-proyek infrastruktur strategis. Penyebabnya, selama ini proyek infrastruktur strategis hanya dikuasai oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan pihak swasta hanya mendapatkan proyek infrastruktur yang kurang strategis dan rendah imbal hasilnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa mengatakan, saat ini porsi proyek infrastrukur yang dikerjakan oleh pihak swasta sangat kecil, yaitu sekitar 20 persen. Padahal, perusahaan swasta juga perlu bermitra dengan BUMN untuk menggarap proyek strategis sehingga bisa sama-sama tumbuh.

“Kalau BUMN besar menjadi mentor perusahaan swasta menengah dan kecil, maka perusahaan tersebut juga akan tumbuh,” kata Erwin dalam acara diskusi panel Kadin tentang infrastruktur dan konstruksi di Jakarta, Rabu (6/4). Karena itu, dia berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuat aturan tentang kewajiban menggandeng kontraktor swasta untuk mengerjakan proyek-proyek strategis.

Erwin juga berharap, aturannya lebih baku sehingga porsi kontraktor swasta dalam pembangunan infrastruktur bisa mencapai minimal 50 persen. Selain itu, ada satu lembaga yang mengurus sertifikasi kontraktor swasta agar dapat berpartisipasi dalam proyek infrastruktur pemerintah. “Jadi swasta dapat masuk ke dalam proyek Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,  atau Kementerian Kesehatan,” katanya.

(Baca: Pertumbuhan Sektor Konstruksi Indonesia Timur Tertinggi)

Ia menepis kekhawatiran bahwa keterlibatan swasta akan menghambat penyelesaian proyek-proyek strategis pemerintah karena kurang kompetensinya. “Memang kami harus mengakui, ada cerita kurang baik dari proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) yang lalu. Makanya harus diperbaiki,” ujar Erwin. Untuk itu, pemerintah harus menyaring para kontraktor, mulai dari proses tender, pengalaman kerja, dan rekam jejak kontraktor swasta tersebut.

(Baca: Menteri Jonan Persilakan Swasta Bangun Pelabuhan)

Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojono menyambut baik keinginan pihak swasta terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur strategis. Bahkan, dia mengaku, Kementerian PUPR telah mendapatkan pesan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar BUMN diwajibkan menggandeng swasta dalam menggarap proyek infrastruktur. “Dari Kementerian PUPR juga melarang BUMN menggarap proyek dengan nominal Rp 50 miliar ke bawah.”

Sekadar informasi, belakangan ini perusahaan-perusahaan BUMN memang mendominasi proyek infrastruktur strategis. Contohnya, PT Hutama Karya menggarap pembangunan seluruh ruas tol Trans Sumatera. Sedangkan beberapa ruas tol Trans Jawa yang mangkrak, telah diambil alih oleh perusahaan BUMN.

Di sisi lain, Kadin menyarankan kepada pemerintah agar mengurangi porsi pembiayaan proyek infrastruktur dari pinajamn bilateral. Sebagai gantinya, pendanaan proyek bisa bersumber dari penerbitan surat utang.

(Baca: Ekonomi Global Melambat, 30 Proyek Infrastruktur Jadi Andalan)

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani beralasan penerbitan obligasi secara tidak langsung akan memajukan industri nasional ketimbang mendapatkan pinjaman bilateral dari suatu negara yang diembel-embeli syarat tertentu. Akibatnya, kontribusi industri nasional dalam pembangunan infrastruktur menjadi berkurang.

Berbeda dengan sumber pendanaan obligasi yang tidak dibebani syarat-syarat yang mengikat. Sayangnya, menurut Rosan, porsi pembiayaan obligasi untuk pembangunan infrastuktur yang sebesar Rp 5.500 triliun hingga tahun 2019, masih 35 persen.

Ia mencontohkan, pinjaman dari Korea Selatan dan Cina biasanya mewajibkan penggunaan kandungan dari negara tersebut sebesar 50 persen. Hal yang sama terjadi dengan pinjaman Jepang yang mensyaratkan pordi kandungan dari negara itu sebesar 30 persen atau Jerman mensyaratkan 85 persen. Bahkan, Rusia mewajibkan penggunaan komponen asal negaranya hingga 100 persen.

Menanggapi saran tersebut, Taufik menjelaskan porsi pembiayaan obligasi merupakan kewenangan Kementerian Keuangan. Jadi, Kementerian PUPR tidak dapat mencampuri urusan tersebut. "Saya pikir hal tersebut akan dikaji oleh Kementerian Keuangan.”