Rizal Ramli: Dwelling Time Indonesia Tak Bisa Menandingi Singapura

Menko Kemaritiman, Rizal Ramli
Penulis: Safrezi Fitra
30/3/2016, 14.27 WIB

Kedua, menaikkan denda penalti bagi importir yang tidak mengambil barangnya selama dua hari. Selama ini importir yang dinilai bonafid dan kredibel hanya dikenakan Rp 27.500 bagi kontainer yang menginap lebih dari dua hari di pelabuhan. Tarif ini sangat murah dibandingkan jika pemilik barang menyewa gudang di luar pelabuhan. (Baca: Kementerian Perhubungan Akan Perbaiki Skema Denda Kontainer)

Ketiga, dengan menerapkan sistem teknologi informasi (IT) yang terintegrasi dari setiap kementerian dan lembaga yang terkait dengan proses pengurusan perizinan barang di pelabuhan. Salah satunya dengan mengintensifkan penggunaan portal Indonesia National Single Window (INSW) yang sudah ada. 

Keempat, membuka pelabuhan alternatif yang akan membantu Pelabuhan Tanjung Priok untuk melayani ekspor-impor. Rizal mengaku pihaknya sudah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, dan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) II. Dalam surat tersebut, Rizal meminta pelabuhan alternatif ini di Banten. Selain mengurangi kepadatan di Tanjung Priok, hal ini juga akan menurunkan biaya logistik bagi industri-industri di daerah tersebut.

Kelima, pemerintah juga membangun kereta pelabuhan untuk mengurangi kepadatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat ini hanya ada satu rel kereta pelabuhan di Tanjung Priok. Nantinya, PT Kereta Api Indonesia akan membangun rel kedua. (Baca: Pangkas Dwelling Time, 3 Pelabuhan Disiapkan Bantu Tanjung Priok)

Keenam, dengan memberantas mafia pelabuhan. Selama ini masalah dwelling time hanya seputar waktu kontainer turun sampai keluar pelabuhan. Namun, kata Rizal, ada satu masalah lagi, yaitu waktu tunggu kapal di Pelabuhan apa yang disebut sebagai demurrage time. Di Indonesia demurrage time masih lama, sekitar tiga sampai tujuh hari.

Halaman:
Reporter: Safrezi Fitra