KATADATA - Bisnis perdagangan melalui layanan elektronik atau e-commerce makin berkembang. Banyak perusahaan asing hendak masuk industri ini. Bahkan, Amerika Serikat mengusulkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal agar e-commerce dicoret dari daftar usaha yang terlarang bagi asing atau Daftar Negatif Investasi (DNI).
Untuk itu, pemerintah sedang menyiapkan revisi DNI. Seiring dengan itu, Kementerian Perdagangan mulai menyiapkan tata atur usaha transaksi elektronik ini. Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengatakan telah mengajukan dua usulan terkait industri tersebut. Usul ini diajukan saat dia mengikuti rapat koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, akhir pekan kemarin. (Baca: Terbuka untuk Asing, Pemerintah Godok Pajak E-Commerce Kakap).
Lembong menyebutkan dua usulan tersebut sebut sebagai light touch atau sentuhan ringan dan perlindungan. Light touch mengcu pada perlunya industri digital memperoleh ruang bereksperimen secara luas tanpa regulasi yang memberatkan, terutama bagi usaha kecil dan menengah. Adapun perlindungan terkait jaminan pemerintah atas eksperimen yang dilakukan pelaku usaha. Namun, perlindungan ini harus diberikan secara hati-hati. “Agar penuh pengertian terhadap eksperimentasi dan inovasi,” kata Lembong di kantornya, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Karenanya, dia menyarankan regulasi tidak memberatkan usaha kecil dan menengah. Jika aturannya terlalu rumit, pelaku usaha di level bawah akan sulit berkembang. Di sisi lain, hal tersebut menguntungkan perusahaan besar yang memiliki kemampuan finansial lebih besar, sehingga membuat usaha kecil dan menengah tidak dapat bersaing di pasar.
Begitu pula dengan perlindungan yang ditujukan bagi para inovator, khusunya di usaha kecil dan menengah. “Untuk menjaga eksperimentasi. Misalnya gagal ya sudah, jangan menjadi suatu perkara. (Jangan) Orang yang bereksperimen dikejar-kejar karena gagal,” katanya. (Baca juga: Tekan Biaya Logistik, Pemerintah Persilakan E-commerce Asing Masuk).
Menurut Lembong, raksasa e-commerce berada di Amerika Serikat dan Cina. Karenanya, Indonesia perlu belajar dari kedua negara tersebut. Tak hanya ini, dilihat dari sudut kompetisi, tantangan yang dihadapi pelaku industri digital juga datang dari Singapura dan Filipina. Kedua negara tersebut, kata Lembong, harus selalu dipantau dan dipelajari pergerakannya.
Dalam pembahasan lanjutan, Lembong berjanji akan mengegolkan usulan-usulan tersebut. Sebab, pembahasan regulasi tentang e-commerce ini belum menghasilkan kesimpulan. “Masih terlalu dini menentukan (regulasi) ini mau seperti apa,” ujarnya. (Lihat pula: Ke Amerika, Jokowi Cari Dana Bagi Industri E-commerce Lokal).
Walau regulasi khusus industri digital belum rampung, Lembong berharap pelaku usaha di wilayah digital tetap mematuhi regulasi dunia offline. Misalnya, mengikuti aturan terkait Standar Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan, atau Kepabeaan.