KATADATA ? Para pelaku usaha dan eksportir minyak dan gas bumi (migas) menilai kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan Letter of Credit (L/C) untuk ekspor, terlalu merepotkan. Terlebih saat perusahaan migas melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan pembeli migas besar.
Seperti diketahui, bulan lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2015 mengenai ketentuan penggunaan L/C untuk ekspor empat komoditas, yakni mineral, batu bara, kelapa sawit, dan migas.
Mulai 1 April 2015, perusahaan migas yang akan mengekspor minyak mentah, kondensat, vacuum residue, gas alam cair (LNG) dan gas alam kompresi (CNG), wajib menggunakan L/C melalui bank devisa dalam negeri. L/C merupakan janji membayar dari bank penerbit ke penerima, jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan persyaratan.
Dewan Direksi Indonesian Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz mengatakan aturan wajib L/C untuk beberapa komoditas termasuk migas ini menyusahkan para penjual migas lokal. Apalagi para pembeli asing rata-rata perusahaan migas besar yang memiliki peringkat kredit (credit rating) yang sangat tinggi.
"Problematik, artinya L/C ini diberlakukan secara merepotkan," kata Lukman saat dihubungi Katadata, Senin (16/2).
Lukman mengatakan keluhan ini sudah disampaikan kepada pemerintah. Saat ini pengusaha migas dan Kementerian Perdagangan masih terus berdiskusi dan mencari jalan keluar terbaik dari kebijakan ini.
Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Luar Negeri Arlinda Imbang Jaya menjelaskan protes dan keluhan para pelaku usaha migas tersebut terjadi karena beberapa dari mereka masih terikat kontrak ekspor migas jangka panjang. Namun dia yakin, dengan negosiasi lebih lanjut para eksportir dan pelaku usaha migas dapat mengikuti aturan ini.
"Secara keseluruhan memang sudah oke, namun kelihatannya masih ada yang belum menerima," kata Arlinda saat dihubungi Katadata.
Aturan L/C ini sebenarnya sudah pernah diterapkan sebelumnya, tapi tidak untuk sektor migas. Pada 2009 kementerian mewajibkan penggunaan L/C untuk beberapa komoditas, yaitu kakao, karet, kopi, sawit, produk tambang, dan timah. Namun, setahun kemudian pemerintah mencabut aturan tersebut karena dinilai penggunaan L/C sudah tidak terlalu efektif.
Secara umum, Arlinda mengaku optimis saat ini aturan L/C akan dapat diimplementasikan dengan baik, ketimbang saat pertama kali diperkenalkan beberapa tahun lalu. Ada penajaman dari beberapa poin mengenai komoditas yang akan dikenakan peraturan ini.
Selain itu dia beranggapan sistem pembayaran, persiapan surveyor untuk komoditas migas, dan juga kerjasama dengan perbankan telah diperbaiki untuk menunjang kebijakan ini. Dalam aturan sebelumnya, sektor migas memang tidak dimasukkan.
Arlinda menyebut, tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah komoditas yang akan diwajibkan menggunakan L/C akan bertambah. tidak menutup kemungkinan nantinya jumlah komoditas yang akan dikenakan L/C akan bertambah, asalkan 4 komoditas yang telah ditetapkan saat ini yaitu Crude Palm Oil (CPO), Crude Palm Kernel Oil (CPKO), minerba, dan juga migas dapat berjalan dengan baik.
"Bayangkan porsi ekspor empat komoditas itu saja bisa sampai USD 71 miliar atau 41,33 persen," ujarnya.