Pelaku Usaha Minta Perlindungan dari Serbuan Impor Baja Selama Pandemi

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Pekerja beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). Pelaku usaha mengkhawatirkan impor baja selama pandemi corona.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
9/6/2020, 17.34 WIB

Industri baja nasional berpotensi dibanjiri produk impor selama masa pandemi Covid-19. Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Widodo Aji mengatakan, hal ini menyebabkan industri baja berada dalam kondisi kritis sehingga pelaku usaha meminta dilakukan perlindungan perdagangan anti-dumping dan safeguard.

"Kondisi industri bisa berdarah-darah dari sisi keuangan. Oleh karena itu, perlu tindakan (perlindungan) cepat," kata dia dalam video conference, Selasa (9/6).

Ekspor besi dan baja meningkat selama periode Januari–Maret 2020 sebesar 36%. Sementara, impor turun sekitar 23%.

(Baca: RI Berpotensi Kehilangan Devisa Rp 26 T Akibat Tudingan Trade Remedies)

Meski begitu, dengan permintaan baja di dalam negeriyang menurun lebih dari 50% selama periode tersebut, menyebabkan volume impor yang masuk terasa cukup signifikan selama kuartal I 2020.

"Karena demand turun dan impor tinggi, maka tingkat utilisasi baja nasional 10-30%," ujarnya. 

Tak hanya di dalam negeri, permintaan baja juga turun di berbagai negara di dunia. Hal ini menyebabkan inventori baja naik hingga tiga kali lipat dari kondisi normal sehingga berpotensi menyebabkan over suplai.

Hal ini diperparah dengan langkah sejumlah negara melakukan proteksi dagang, seperti Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan bea masuk baja dan alumunium menjadi 25% serta Uni Eropa yang membatasi masuknya impor baja melalui skema baja dengan menerapkan sistem kuota.

(Baca: Imbas Corona & Permintaan Lesu, RI Berpotensi Kebanjiran Baja Impor )

Di tengah kinerja perdagangan yang memburuk, banyak pula pemerintah di berbagai negara mendorong ekspor baja dengan tambahan potongan pajak ekspor (tax rebate) baja, salah satunya Tiongkok. Pada 2019, Tiongkok meningkatkan tax rebate produk hot rolled plate (HRP) alloy dan cold rolled coil (CRC) carbon dan alloy dari 9% menjadi 13%.

"Artinya ancaman industri baja nasional luar biasa," ujar dia.

Oleh karena itu, IISIA meminta Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan untuk mempercepat kebijakan perlindunagn dagang antidumping, safeguard, dan sunset review. Ia juga meminta, inovasi kebijakan dapat dilakukan utnuk mempercepat proses tersebut sebelum industri semakin merugi.

Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Mardjoko mengatakan, pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara (BMTPS) dapat dilakukan dalam waktu kurang dari tiga bulan, bahkan hanya sebulan.

(Baca: Lindungi Industri Lokal, Trump Naikkan Tarif Impor Baja dan Aluminium)

"BMTPS itu ibarat orang lagi sakit keras, masuk UGD dan haraus mendapatkan pertolongan cepat," ujar dia.

Percepatan pengenaan BMTPS telah diterapkan untuk produk benang kain dan tirai yang dilakukan kurang dari tiga bulan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisa laporan keuangan industri, yaitu melalui rasio solvabilitas, likuiditas, hingga rasio profitabilitas.

"Ini bisa kami lakukan dalam sebulan," katanya.

Reporter: Rizky Alika