PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk bakal mendapatkan dana talangan dari pemerintah sebesar Rp 8,5 triliun melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). BUMN itu pun mengusulkan pemberian dana melalui skema obligasi wajib konversi alias mandatory convertible bonds (MCB).
Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengusulkan skema MCB karena ingin manajemen berupaya semaksimal mungkin menjaga kelangsungan bisnis maskapai tersebut. "Tak semata mengandalkan dana talangan Rp 8,5 triliun cukup atau tidak? Dengan segala asumsi ke depan, kami rasa cukup," kata Irfan dalam rapat dengan Komisi VI DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (14/7).
Irfan pun berharap dana talangan itu turun pada akhir 2020. Pemerintah dan atau PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) diusulkan menjadi standby buyer.
Selain itu, Garuda mengusulkan MCB itu memiliki tenor selama 3 tahun. Sehingga, manajemen memiliki kesempatan untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan.
Pasalnya, manajemen Garuda ingin memiliki struktur biaya dan fundamental pendapatan yang kuat ke depannya. Selain itu, manajemen ingin perusahaan bisa bersaing dan menghasilkan laba yang memadai.
Di sisi lain, Irfan yakin industri penerbangan akan kembali normal sebelum pandemi Covid-19 dalam waktu tiga tahun. Sektor pariwisata dan transportasi selama pandemi corona lesu karena banyak masyarakat yang menunda kepergiannya.
(Baca: Beban Berat Garuda: Utang Rp 32 Triliun, Kas Hanya Rp 210 Miliar)
Lebih lanjut, Irfan mengatakan pihaknya bakal bekerja keras untuk melunasi dana talangan pemerintah. Apalagi, perusahaan baru saja merestrukturi sukuk senilai US$ 500 juta pada bulan lalu sehingga jatuh tempo pada 2023.
"Kami mesti diberi kesempatan dan mandat untuk bekerja keras. Kalau lima tahun, kami khawatir manajemen Garuda take it terlalu easy," kata Irfan.
Dia pun mengatakan manajemen Garuda telah menyusun tiga model penyelesaian MCB. Pertama, MCB tersebut dibayar lunas oleh perseroan.
Kedua, Garuda memperoleh pinjaman untuk menutupi MCB tersebut dengan asumsi pada 2023 mendatang industri penerbangan kembali normal. "Ketiga, MCB itu dikonversi menjadi penempatan modal dan memberi kesempatan ke pemegang saham minoritas untuk berpartisipasi," kata Irfan.
Adapun, dana tersebut akan digunakan untuk mendanai biaya operasional perusahaan yang telah jatuh tempo dan yang akan datang, seperti pembayaran utang avtur, sewa pesawat, dan lainnya. Selain itu, dana talangan bakal digunakan untuk mendanai program yang berdampak pada efisiensi biaya seperti program pensiun dini sukarela bagi karyawan di atas usia 45 tahun.
Kebutuhan dana Garuda untuk menutupi gap pendanaan hingga 2021 mendatang senilai US$ 650 juta atau ekuivalen dengan Rp 9,5 triliun, sedangkan dana talangan hanya Rp 8,5 triliun. Oleh karena itu, Garuda tengah memproses dana pinjaman melalui fasilitas program ekspor khusus sebesar Rp 1 triliun. Pinjaman tersebut diharapkan dapat dicairkan pada Juli 2020.
Selain itu, Garuda berupaya mendapat pinjaman Rp 2,3 triliun dari bank-bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). "Itu untuk membiayai operasional Garuda sampai dana pinjaman dari pemerintah cair," kata Irfan.