Butuh Insentif untuk Dongkrak Serapan Tenaga Kerja pada Investasi Baru

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi, aktivitas pekerja pabrik. Indef menilai pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang menyerap banyak tenaga kerja.
21/7/2020, 21.13 WIB

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dalam setiap investasi yang ditanamkan.

Ekonom Senior Indef, Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemberian insentif ini diperlukan untuk meningkatkan jumlah serapan tenaga kerja yang terus menurun meski investasi yang ditanamkan perusahaan besar. Bentuk insentif bisa pengurangan pajak, insentif transportasi ataupun insentif lainnya.

"Ini perlu dilakukan, karena kita menjumpai situasi lapangan pekerjaan tidak banyak terbuka sementara investasi baru masih terus terjadi dan jumlahnya besar. Itu bagian dari tanggung jawab pemerintah, dan semua pihak untuk terlibat dalam merumuskan masalah tersebut," kata Erani dalam diskusi daring, Selasa (21/7).

Pemberian insentif ini perlu segera dilakukan, karena keberadaan pandemi virus corona atau Covid-19 membuat kondisi perekonomian berubah sangat cepat.

Salah satunya adalah, perubahan teknologi dan informasi yang begitu cepat, serta negara-negara maju yang lebih menutup diri. Sementara, kompetensi tenaga kerja Indonesia yang mampu memanfaatkan teknologi masih terbatas.

"Dengan karakteristk seperti itu, perlu ada model insentif yang lebih besar diberikan pada perusahaan yang bisa menyerap tenaga kerja melalui investasi baru maupun ekspansi investasi lama," ujarnya.

Tak hanya itu, upaya untuk mendidik calon tenaga kerja melalui kurikulum-kurikulum yang disusun oleh industri juga harus dilakukan dengan cepat. Cara ini ditempuh, agar perusahaan bisa mendapatkan mendapatkan tenaga kerja terampil tanpa harus mengambil dari luar daerah maupun luar negeri.

Erani berpendapat, penyerapan tenaga kerja lokal yang cukup banyak bisa memberikan keuntungan tersendiri. Sebab, pemanfaatan tenaga kerja lokal akan mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial. Sehingga, kelangsungan usaha mampu bertahan lebih lama.

Minimnya serapan tenaga kerja sebelumnya juga sempat dikeluhkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Para pengusaha menilai pemerintah tak serius menangani permasalahan industri padat karya.

Penilaian itu mengacu kepada jumlah tenaga kerja yang teserap dari investasi asing, maupun dalam negeri sejak tahun 2010 hingga 2019 yang terus menurun.

Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan, pada  2010 setiap Rp 1 triliun investasi yang masuk mampu menyerap sekitar 5.014 tenaga kerja. Sedangkan pada 2019, setiap Rp 1 triliun investasi hanya mampu menyerap 1.200 tenaga kerja.

Sedangkan, menurut Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), dari realisasi investasi yang masuk pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun, penyerapan tenaga kerja hanya mencapai 1,03 juta orang.

Angka ini terdiri dari penyerapan tenaga kerja dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar 520.170 orang, dan dari penanaman modal asing (PMA) sebanyak 513.660 ribu orang.

Hariyadi pun menilai, kondisi ini bisa jadi dikarenakan pemerintah cenderung menggunakan investasi tersebut untuk subsidi yang tidak produktif dibandingkan untuk mengembangkan nilai tambah industri padat karya.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto