Imbas Pandemi, Bisnis Retail Diramal Hanya Tumbuh 2% Tahun Ini

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Suasana pusat perbelanjaan di Mall Senayan City, Jakarta Pusat, Selasa (9/6/2020). Pengusaha memprediksi pertumbuhan industri retail tahun ini akan terkontraksi menjadi hanya 2% dari yang sebelumnya 8% pada 2019.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
14/8/2020, 09.35 WIB

Pandemi corona memukul bisnis retail di Indonesia. Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) memperkirakan, sektor tersebut sepanjang tahun ini akan tertekan menjadi di kisaran 1,5-2%, atau lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 8-8,5%.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, proyeksi pertumbuhan tersebut sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini sebesar 0% versi Bank Dunia.

"Kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia minus, maka pertumbuhan industri retail juga akan minus," kata Roy saat dihubungi Katadata, Kamis (13/8).

Menurutnya, pertumbuhan industri retail sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga. Alhasil, jika konsumsi atau daya beli masyarakat menurun, pasti akan berimbas pada kinerja sektor tersebut. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II tercatat minus 5,51% secara tahunan. Pada periode yang sama, pertumbuhan industri retail pada triwulan II pun terkontraksi menjadi minus 4,5%.

Roy berharap, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III pun akan membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring pembukaan kembali aktivitas perekonomian. "Namun ini bukan pemulihan, hanya membaik dari triwulan sebelumnya," ujar dia.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mencatat, survei Indeks Ekspektasi Penjualan pada September dan Desember 2020 masing-masing sebesar 156,8 dan 169,4, lebih tinggi dibandingkan 133,0 dan 149,4 pada bulan sebelumnya.

Perbaikan Daya Beli

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga kembali meningkat sekitar dua poin pada Juli 2020, menjadi 86,2. Kenaikan ini disebabkan oleh ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi sekarang dan enam bulan mendatang yang turut membaik.

Perbaikan tersebut menurut Roy disebabkan adanya transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Juni lalu. Di sisi lain, pemerintah juga menggelontorkan stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional.

Ia pun berharap, daya beli masyarakat dapat terus didorong melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga bantuan tunai untuk para pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Dengan demikian, pertumbuhan industri retail dapat tidak masuk dalam zona negatif.

Selain itu, dia  meminta pemerintah turut membantu pengusaha yang menghadapi kesulitan lewat pemberian restrukturisasi kredit dengan bunga rendah. Saat ini, restrukturisasi kredit masih menggunakan bunga komersial sebesar 12-13%.

"Kalau tidak ada bantuan restrukturisasi kredit, kami kesulitan," ujar dia.

Selain pengusaha retail, pandemi corona  juga menekan kinerja pengsaha mal atau pusat belanja. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, pertumbuhan industri maupun omzet pusat perbelanjaan diperkirakan hanya mencapai separuh dari tahun lalu.

"Diperkirakan pertumbuhannya masih akan datar saja," ujar dia.

Dia mencattat, saat ini rata-rata transaksi anggota APPBI mencapai Rp 150 miliar per bulan per mal. Sedangkan pada 2019, transaksi yang dibukukan oleh seluruh anggota APPBI jauh lebih besar sekitar Rp 630 triliun.

Ia pun memperkirakan, total transaksi pada tahun ini hanya berkisar Rp 315 triliun. Oleh karena itu, dia berharap, pemerintah dapat bergerak cepat untuk merealisasikan berbagai relaksasi dan stimulus. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tidak semakin terpuruk serta mampu mengungkit daya beli masyarakat.

Reporter: Rizky Alika