Dibayangi Kegagalan, Jokowi Diminta Tak Perluas Lumbung Pangan 2021

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.
Presiden Joko Widodo meninjau lahan yang akan dijadikan "Food Estate" atau lumbung pangan baru di Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020). Pemerintah menyiapkan lumbung pangan nasional untuk mengantisipasi krisis pangan dunia.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
19/8/2020, 17.47 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk memperluas lumbung pangan pada 2021. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai, pemerintah tidak perlu memperluas lumbung pangan pada tahun depan dan lebih baik berfokus pada intensifikasi lahan.

"Tidak perlu (mengembangkan lumbung pangan). Itu buang-buang uang," kata Dwi saat dihubungi Katadata, Rabu (19/8).

Dia juga mengungkapkan perluasan lumbung pangan tersebut kemungkinan akan gagal. Oleh karena itu, anggaran perluasan lumbung pangan lebih baik digunakan untuk intensifikasi lahan yang sudah ada.

Sebagai contoh, intensifikasi lahan dapat dilakukan dengan membenahi irigasi di lahan yang sudah ada maupun pada lahan baku sawah. Selain itu, indeks pertanaman perlu ditingkatkan di lahan kering.

Dengan upaya intensifikasi yang tepat, produksi padi dapat meningkat sebesar 20-25% dari produksi saat ini. Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produksi padi pada 2019 sebesar 54,60 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami penurunan sebanyak 4,60 juta ton atau 7,76% dibandingkan 2018.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) sekaligus Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan Khudori memperkirakan, lumbung pangan merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.

Menurutnya, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah perluasan lahan pertanian. "Lahan pertanian kita itu sangat kecil. Rasio lahan per orang hanya 0,16 hektare," ujar dia.

Data Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan menyebutkan, ketersediaan lahan pertanain per orang di Indonesia jauh lebih rendah dari negara lain. Oleh karena itu, perluasan lumbung pangan dinilai dapat memaknai kebutuhan tersebut.

Selain itu, pandemi Covid-19 mengajarkan perlunya ketersediaan pangan di dalam negeri. Sebab, pangan di pasar dunia tidak selalu bisa diandalkan sebagai solusi saat pandemi.

"Covid-19 mestinya mendorong pangan kita untuk lebih mandiri," katanya.

Namun, dalam pemgembangan proyek lumbung pangan pemerintah harus hati-hati dalam mempertimbangkan kaidah ilmiah dan tak hanya didasari pertimbangan ekonomi. Diperlukan juga aspek sosial budaya dan keberlanjutan lingkungan.

Hal tersebut pentiing lantaran pembangunan proyek lumbung pangan sejak tahun 1970 tidak pernah berhasil. Dari kegagalan tersebut, pemerintah perlu berhati-hati agar tidak mengulangi kesalahan sebelumnya.

Khudori pun meminta pemerintah memastikan komoditas yang ditanam cocok dengan kondisi lahan lumbung pangan tersebut. Sebab, lahan lokasi food estate mempunyai keterbatasan, baik dari sisi kesuburan maupun kondisi iklim.

"Keterbatasan itu menunjukkan tidak semua komoditas bisa diusahakan di situ," ujar Khudori.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk melakukan intensifikasi dengan mengoptimalkan lahan baku sawah yang sudah ada dengan area seluas 7,4 juta hektare.

Sebab, indeks pertanaman lahan sawah masih rendah. Pada 2019, indeks pertanaman mencapai 1,4. "Mestinya bisa digenjot paling tidak indeksnya jadi 2 bahkan 3," ujar dia.

Harapan lain, dia pun pemerintah dapat memulihkan kesuburan lahan sawah yang sudah sakit. Dengan demikian, produktivitas padi akan meningkat.

Dalam buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 menyebutkan, pemerintah akan melaksanakan program pengembangan lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Papua (Merauke). Pembangunan bidang ketahanan pangan akan dilaksanakan antara lain oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Beberapa target output prioritas pembangunan ketahanan pangan antara lain produksi padi sebanyak 58,5 juta ton, produksi jagung sebanyak 24,2 juta ton, produksi kedelai sebanyak 0,42 juta ton, dan produksi daging sapi dan kerbau sebanyak 0,44 juta ton.

Adapun, pembangunan pangan pada 2021 diarahkan untuk pengentasan daerah rentan rawan pangan dan stunting, penguatan pasokan, distribusi, dan cadangan pangan.

Kemudian, pengembangan diversifikasi dan industri pangan lokal serta keamanan dan mutu pangan segar, mendorong produksi komoditas pangan, serta mendorong mekanisasi dan penggunaan teknologi.

Presiden Joko Widodo pun mengatakan akan menambah lumbung pangan di berbagai daerah lainnya untuk memperkuat ketahanan pangan.

"Saat ini sedang dikembangkan food estate di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Sumatera Utara, dan akan dilakukan di beberapa daerah lain," kata Jokowi dalam Pidato Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD dalam Rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8).

Menurutnya, program lumbung pangan merupakan sinergi antara pemerintah, pelaku swasta, dan masyarakat sebagai pemilik lahan maupun sebagai tenaga kerja.

Program ini bertujuan untuk memperkuat cadangan pangan nasional, bukan hanya di hulu, tetapi juga bergerak di hilir produk pangan industri. Hal tersebut akan dilakukan dengan menggunakan teknologi modern dan pemanfaatan digital.

"Lalu bukan hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk pasar internasional," ujarnya.

Reporter: Rizky Alika