Inovasi Pangan, dari Larva untuk Pakan Ternak hingga ‘Daging’ Nabati

Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Co-Founder and Co-Managing Partner Northstar Group, Patrick Walujomemberikan materi dalam acara webinar Jakarta Food Security Summit, Kamis (19/11/2020).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
20/11/2020, 06.00 WIB

Berbagai inovasi terus berjalan di berbagai sektor industri. Dalam hal pangan misalnya, inovasi dalam pemenuhan kebutuhan gizi telah menarik minat masyarakat hingga pemodal.

Kepala Badan Inovasi Teknologi Startup Kadin Patrick Walujo menyebutkan, banyak peluang usaha pada bidang pangan, terutama saat pandemi ini. "Makin banyak private equity yang melihat ketahanan pangan dan sektor makanan itu sangat menjanjikan," katanya, dalam acara Jakarta Food Security Summit atau JFSS 2020 yang disiarkan secara daring, Kamis (19/11).

Ia mencontohkan startup Magalarva yang mengembangkan inovasi melalui ternak black soldier fly. Larva lalat ini kemudian diekspor sebagai protein bagi hewan ternak di Amerika Serikat (AS).

Inovasi tersebut dinilai murah dan memberikan banyak protein. Sebab, lalat hanya membutuhkan makanan dari ampas kelapa sawit atau sampah yang telah didaur ulang.

Namun, Patrick menilai makanan dari ampas kelapa sawit lebih bernutrisi dibandingkan sampah daur ulang. "Ini peluang besar. Bahkan ada investor menanamkan dananya hingga US$ 250 juta," katanya.

Tak hanya itu, ia juga menyebutkan potensi lainnya di bidang pangan, yaitu pembuatan ‘daging’ dari bahan nabati seperti yang dikembangkan di Hong Kong. Jenis ‘daging’ ini diminati oleh para vegetarian hingga mereka yang menderita penyakit tertentu dan harus diet rendah kalori.

Nantinya, bisnis bahan pangan nabati ini diperkirakan dapat mengambil hingga 50% pangsa pasar produk hewani di AS.

Berikut adalah Databoks mengenai ekspor tanaman pangan Indonesia:

Berbagai peluang bisnis di sektor pangan dapat berkembang dengan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Kerja sama tersebut dapat dilakukan dengan skema Public-Private Partnership (PPP) atau Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Kesempatan untuk PPP sangat terbuka, apalagi ada kebijakan BUMN yang menjunjung tinggi asas win-win," kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani dalam acara yang sama.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, saat ini industri makanan dan minuman mengalami kekurangan bahan baku. Ia pun berharap, implementasi Undang-Undang Cipta Kerja bisa mengatasi permasalahan di sektor pangan serta memperkuat upaya kemitraan para pelaku ekonomi melalui skema PPP.

“Sinergi itu penting agar impian Indonesia dalam menciptakan nilai tambah untuk menjadi 1 trillion dollars berikutnya bisa tercapai,” ujar Adhi.

Sementara, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyambut positif mengenai kerja sama antar pelaku usaha dengan pemerintah. Menurutnya, skema PPP bisa diterapkan pada lumbung pangan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.

“Petani dan pemerintah dalam food estate ini tidak bisa bekerja sendiri sehingga bekerja sama dengan korporasi seperti BUMN dan swasta melaui skema PPP,” kata Luhut.

Reporter: Rizky Alika