Pulp dan kertas menjadi salah satu industri skala besar yang menggunakan lahan luas, bahan baku kayu, serta jam produksi pabrik yang tiada henti. Tentu saja hal itu menimbulkan berbagai persoalan terkait lingkungan, kebakaran hutan dan lahan.
Menyikapi tantangan tersebut, Plt Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo mengatakan, industri pulp dan kertas memiliki keinginan untuk menerapkan proses produksi yang berkelanjutan. Usaha-usaha tersebut masih terus dikembangkan demi menyelesaikan tantangan di sektor industri pulp dan kertas.
Menurut Edy seluruh industri berkomitmen untuk pelestarian lingkungan.
“Kita sudah komit dengan hal tersebut, saya kira semua industri komit dengan isu lingkungan ini karena memang kalau kita lihat secara hukum, industri di Indonesia dikembangkan dengan prinsip green consumerism,” ucap Edy dalam webinar Katadata dengan tema ‘Mewujudkan Industri Pulp dan Kertas yang Berkelanjutan’ pada Kamis, (18/2).
Green consumers adalah para konsumen yang lebih memilih produk tidak membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan. Jadi produk ramah lingkungan mulai lebih banyak dipilih oleh konsumen. Sehingga ini berpengaruh pada industri pulp dan kertas, bila tidak melakukan komitmen menjaga lingkungan dan keamanan pada konsumen.
Kalimantan yang menjadi hutan terluas di Indonesia, menghasilkan banyak pulp dan kertas. Namun tetap perlu dilakukan penanganan yang tepat agar kondisi hutan tetap terjaga.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara, Syarifuddin, menjelaskan terdapat berbagai usaha untuk menjaga kelestarian hutan, menurutnya Kalimantan Utara menjadi wilayah yang sangat kecil terjadi kebakaran hutan. Hal tersebut karena rutin berjalannya sosialisasi ke masyarakat terkait penanaman dan dana bagi hasil.
Ia menambahkan, di kawasan APL (Areal Penggunaan Lain) digunakan masyarakat untuk bertanam. Asalkan apa yang ditanam mempunyai pangsa pasar, sehingga dana hasil bertanam dapat dialokasikan untuk kepentingan bersama.
“Kita selalu mengadakan sosialisasi ke masyarakat untuk melakukan penanaman, pengadaan bibit juga kita adakan dari KLHK. Telah disetujui oleh kementerian keuangan ada dana bagi hasil, dulu hanya untuk reboisasi sekarang bisa menjadi dana sosial dan penanggulangan kebakaran,” jelas Syarifuddin.
Ketua Yayasan Auriga Nusantara, Timer Manurung mengatakan, bila penyebaran industri kertas dan pulp penyebarannya tidak merata dapat membahayakan ekonomi negara. Apalagi terdapat dua grup usaha yang memproduksi hampir keseluruhan pulp dan kertas Indonesia.
“Sudah dikuasai segelintir, sebarannya tidak sehat. Industri di Sumatera, kayu dari Kalimantan, belum lagi biaya transportasi jadi besar sekali, tidak adil secara ekonomi. Jadi industri ini harus bisa menopang (ekonomi) Indonesia,” tandasnya.
Daya saing industri pulp dan kertas
Edy menambahkan, industri Pulp dan kertas Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Saat ini Industri Pulp menempati peringkat 8 dunia dan industri kertas peringkat 6 dunia. Keunggulan daya saing ini dikarenakan salah satunya Indonesia memiliki potensi bahan baku Pulp dan Kertas yang cukup besar dari HTI.
“Indonesia memiliki potensi hutan No. 3 terbesar di dunia (setelah Brasil dan Zaire) dalam bidang luas area dan potensi produksi hasil hutan. Dengan iklim tropis, produksi kayu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan hutan di negara pesaing yang beriklim sub tropis; Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam hal produktivitas bahan baku,” ujarnya.
Kata Edy, perkembangan permintaan global akan produk industri pulp dan kertas, baik di dalam negeri maupun ekspor masih menjanjikan, antara lain produk kertas tissue, kertas kemasan dsb. Dengan tren transaksi e-commerce yang semakin meningkat mendorong kebutuhan kertas untuk kemasan kertas dan karton akan tumbuh.
“Selain potensi dari kebutuhan kertas, industri pulp juga saat ini sudah berkembang untuk produk hilir lainnya yaitu produk dissolving pulp sebagai bahan baku rayon untuk industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil),” jelasnya.
Sesuai amanah UU No. 3 Tahun 2014 ttg Perindustrian, kata Edy, Kemenperin sangat konsen mendorong hilirisasi dlm rangka penciptaan NTB SDA lokal, penyerapan TK dan multiplier efek ekonomi. Melalui berbagai instrument kebijakan (termasuk R&D), pemerintah mendorong keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.