Industri Tekstil Kritis, Pengusaha Minta Pemerintah Bendung Impor

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Pekerja menyelesaikan pemintalan benang di pabrik pembuatan sarung di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (9/11/2020).
10/6/2021, 17.24 WIB

Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri kian kritis. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, utilisasi industri TPT anjlok dengan rata-rata hanya sekitar 55% sejak Maret 2021. 

Daya beli masyarakat yang belum normal akibat pandemi Covid-19 dan masifnya penjualan barang impor di pasar domestik membuat industri tekstil lokal tertekan.

Jemmy mengatakan, kondisi ini akan terus berlanjut tanpa adanya dukungan kebijakan dari pemerintah. Ia menyebut, industri tekstil akan terus tertekan dalam kondisi kritis hingga sepanjang 2021.

Menurutnya, kalau serbuan barang impor masuk terus, para industri kecil dan menengah (IKM) akan semakin terpukul. “Kami pikir sudah saatnya pemerintah kontrol impor. Kami menginginkan fair trade,” kata Jemmy dalam konferensi pers Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) secara virtual, Kamis (10/6).

Oleh karena itu, Jemmy meminta pemerintah untuk segera menerapkan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (BMTP) atau safeguards pakaian jadi. Ia meyakini, penerapan safeguard ini merupakan langkah yang tepat untuk menyelamatkan IKM tekstil.

“Tujuan kami mengajukan safeguard adalah untuk melindungi pelaku IKM di seluruh Indonesia. Safeguard ini juga dapat mendorong aktivasi produksi di IKM sehingga bisa mendorong kinerja seluruh rantai nilai hingga ke hulu,” kata dia.

Simak Databoks berikut: 

Sebagaimana hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang telah membuktikan bahwa derasnya barang impor ini telah membuat kerugian serius bagi produsen pakaian jadi dalam negeri yang sebagian besar adalah IKM.

Jemmy menyampaikan, terkait dengan adanya penolakan dari retailer terhadap implementasi safeguard ini, ia percaya pemerintah dapat melihat kepentingan yang lebih besar. Menurutnya, rakyat Indonesia khususnya masyarakat kelas bawah saat ini lebih membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup.

"Penerapan safeguard adalah upaya untuk menyelamatkan empat juta tenaga kerja di IKM dan UMKM. Serta tiga juta tenaga kerja di industri besar sebagai penyuplai bahan bakunya yang juga menstimulasi kegiatan ekonomi lainnya di dalam negeri, termasuk tenaga kerja di sektor retail," ujar dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan, usulan safeguard garmen saat ini sedang melewati tahapan di Kementerian Keuangan.

Jika disetujui, kebijakan ini akan ditetapkan melalui Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) tentang pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor produk pakaian dan aksesori pakaian.

“Kita minta Kemenkeu untuk segera mengeluarkan PMK safeguard ini, karena kondisinya semakin bertambah buruk. Setelah safeguard diberlakukan, kami akan melakukan perbaikan di industri tekstil untuk dapat meningkatkan daya saing,” kata Redma dalam kesempatan yang sama.

Adapun, Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi herdiaman mengatakan, kondisi saat ini memang sangat buruk. Banyak yang tidak bisa berproduksi, kalaupun ada barang, harganya tidak bisa bersaing dengan produk impor yang beredar di pasar.

“Saya mohon sekali, agar pasar lokal diberikan kepada industri kecil. Saat ini benar-benar terpuruk, sekitar 40% pelaku IKM tekstil sudah menjual mesinnya karena tidak ada penghasilan,” kata Nandi.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi