Harga Minyak Goreng dan Cabai Merah Besar Melonjak dalam Sepekan

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/wsj.
Pekerja mengemas minyak goreng curah di Pasar Subuh, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Selasa (2/11/2021). Harga minyak goreng curah mengalami kenaikan akibat kurangnya pasokan.
Penulis: Maesaroh
8/11/2021, 13.57 WIB

Sejumlah harga barang kebutuhan pokok mengalami lonjakan harga dalam sepekan terakhir, termasuk minyak goreng. Harga komoditas tersebut bahkan tidak kunjung turun dalam beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP), lima komoditas pangan dengan kenaikan harga tertinggi pada sepekan terakhir (5 November dibandingkan 29 Oktober)

1. Cabai merah keriting
Dalam sepekan, harga cabai merah keriting naik 7,1% menjadi Rp 36.300/kg dari Rp 33.900/kg

2. Cabai merah besar
Dalam sepekan, harga cabai merah besar naik 3,6% menjadi Rp 34.300/kg dari Rp 33.100/kg

3.  Minyak goreng kemasan
Dalam sepekan, harga minya goreng kemasan naik  3,2% menjadi Rp 16.300/liter dari Rp 15.800/liter

 4. minyak goreng curah
Dalam sepekan, harga minyak goreng curah naik 3,2%  menjadi Rp 16.100/liter dari Rp 15.600/liter

5. Daging sapi paha belakang
Dalam sepekan, harga daging sapi paha belakang naik 0,1% menjadi Rp 125.700/kg dari Rp 125.600/kg

Sebaliknya beberapa harga barang kebutuhan pokok turun tajam dalam sepekan seperti cabai rawit merah yang turun 3,3% menjadi Rp 37.800/kg dan bawang merah.

Bawang merah turun 1,8% menjadi  27.600/kg pada Jumat lalu.

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP), harga minyak goreng dalam kemasan sederhana pada awal September masih dibanderol Rp 14.500/liter. Artinya ada kenaikan sekitar 15% dalam dua bulan.

Kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional membuat harga komoditas tersebut terus naik tajam.

 Kenaikan tajam harga minyak goreng dalam kemasan dalam sepekan terjadi di hampir semua provinsi.

Harga tertinggi ada di Provinsi Sumatera Utara yakni Rp 18.500/liter disusul dengan Sulawesi Utara (Rp 18.000/liter).

Hanya tujuh provinsi yang melaporkan penurunan harga termasuk Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Aceh, Jawa Barat, Jambi, dan Sulawesi Selatan.

Kenaikan harga minyak goreng ini sudah menuai protes dari pedagang dan pembeli.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perdagangan akan menggandeng Asosiasi dan Produsen Minyak Goreng Sawit untuk menjaga pasokan minyak goreng, terutama menjelang  Natal dan Tahun Baru.

Kemendag meminta produsen minyak goreng sawit untuk tetap memproduksi minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana dengan harga terjangkau minimal hingga menjelang hari Natal dan Tahun Baru 2022.

 “Kami juga terus memantau pendistribusiannya dengan menggandeng asosiasi ritel modern agar minyak goreng kemasan sederhana mudah dijangkau seluruh lapisan masyarakat," tutur Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, dalam siaran pers, pekan lalu.

Dia menambahkan kenaikan harga minyak goreng lebih dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam. 

Pasalnya, pasokan minyak goreng di masyarakat saat ini aman. Kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton.

Oke mengatakan meskipun Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia namun kondisi di lapangan menunjukkan sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO.

"Dengan entitas bisnis yang berbeda, tentunya para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri,"tuturnya.

 Kondisi tersebut membuat kenaikan harga CPO internasional akan berpengaruh kepada harga CPO di dalam negeri.

Kenaikan harga minyak goreng juga turut dipicu turunnya panen sawit pada semester kedua.

Kondisi ini membuat suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi industri minyak goreng.

Juga,  adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B 30 serta melonjaknya permintaan global akibat krisis energi di Cina, India, dan Eropa.

Sementara itu, harga telur dan daging ayam belum juga menunjukan kenaikan. Harga telur ayam bahkan terus mengalami penurunan.

Jika pada awal September, harga telur ayam masih dibanderol Rp 24.600/kg maka pada awal November harganya berkisar Rp 23.800/kg.

 Masih belum membaiknya kondisi peternak telur inilah yang kemudian membuat Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara ( PPRN ) dan mahasiswa dari sejumlah universitas kembali menggelar protes.

Pada Senin (8/11), PPRN bersama mahasiswa dari sejumlah universitas seperti Universitas Padjadjaran dan Universitas Gdjah Mada menggelar aksi di depan kantor Ombudsman Jakarta.

Mereka meminta Ombudsman untuk  menegur dan memanggil Kementerian Pertanian ( Kementan ) dan Kementerian Perdagangan ( Kemendag ) karena belum menjalankan hasil dari Pakta Integritas untuk membereskan masalah perunggasan.