Asosiasi Air Minum Kemasan Tolak Label Bebas BPA: Bagaikan Vonis Mati

Agung Samosir|KATADATA
Pekerja menukar galon air kemasan yang kosong dengan baru di kawasan kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (25/2). Saat ini total pasar air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia mencapai 20 miliar liter air dengan pertumbuhan 12 persen per tahun.
2/12/2021, 15.30 WIB

Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan atau Aspadin menolak rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kebijakan pelabelan produk air minum dalam kemasan (AMDK), khususnya dengan kemasan galon guna ulang (GGU) dengan label bebas Bhispenol A (BPA) atau BPA Free.

Sebagai informasi, BPA adalah bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan baku dalam pembentukan plastik polikarbonat, pemlastis dalam produksi resin epoksi, serta aditif untuk menghilangkan kejenuhan asam hidroklorat selama produksi plastik polivinil klorida (PVC).

Plastik yang mengandung BPA  jamak ditemukan dalam wadah makanan, botol minum atau botol susu bayi, lensa kacamata, hingga DVD. 

Ketua Umum Asapadin Rachmat Hidayat mengatakan, pelabelan BPA Free untuk produk AMDK dapat mematikan industri air minum dalam kemasan. Sebab, menurut dia produk GGU menjadi penyelamat bagi sektor industri air minum yang terdampak pandemi Covid-19.

Rachmat menyebut, kerugian yang akan dialami pengusaha jika pelabelan tersebut terlaksana mencapai Rp 6 triliun, ditambah biaya untuk mengganti kemasan dengan galon non GGU sekitar Rp 10 triliun per tahun. 

"Pelabelan bagi GGU ini bagaikan 'vonis mati' bagi industri kami," kata Rachmat dalam webinar, Kamis (2/12).

Pelabelan BPA Free bagi air minum kemasan GGU juga dinilai akan menimbulkan masalah lingkungan hidup, karena penggunaan galon sekali pakai dapat menimbulkan tumpukan sampah plastik yang tidak semakin terkelola.

Selain itu, pelabelan kemasan GGU ini akan memicu praktik persaingan usaha tidak sehat di mana akan banyak klaim produk tanpa BPA. Hal tersebut, kemudian akan menjelekkan produk air minum dalam kemasan galon guna ulang.

Terkait pelabelan senyawa tertentu pada kemasan pangan seperti BPA, Rachmat meminta BPOM untuk memberlakukan aturan yang sama bagi semua jenis kemasan pangan.

"Ini menjadi tidak fair dan akan menimbulkan kegaduhan industri nasional," ujar dia.

Sebelumnya, BPOM tengah menyusun kebijakan terkait ancaman bahaya senyawa BPA pada kemasan makanan dan minuman, khususnya air minum dalam kemasan.

Pada pertengahan September lalu, BPOM mewacanakan akan memberikan pelabelan semua kemasan makanan dan minuman, termasuk galon. Produsen diminta mencantumkan label bahwa produknya bebas BPA.

Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang mengatakan, pihaknya sudah melakukan review persyaratan produk dan label AMDK sejak Maret 2021, kemudian menyusun kebijakan sinkronisasi regulasi dan standar.

Nantinya, akan tersusun policy brief pengkajian risiko BPA dalam AMDK dan penilaian kembali batas maksimal migrasi BPA pada kemasan galon plastik.

Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendesak BPOM untuk segera mengeluarkan aturan tegas untuk pelabelan produk bebas BPA. Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyebut, label BPA Free sangat diperlukan. Ini mengingat, dampak dari penggunaan zat tersebut cukup berbahaya bagi tumbuh kembang anak, termasuk mengganggu hak anak atas kesehatan dan hak hidup anak.

Arist juga meminta BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk tidak hanya mempercepat pembuatan regulasi terkait penggunaan BPA pada kemasan pangan atau botol susu bayi, tapi juga mensosialisasikan kepada masyarakat terkait bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari zat kimia tersebut.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi