Jokowi Disebut Mulai Panik karena Harga Pupuk Meroket dan Butuh Rp13 T

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) didampingi Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Tri Wahyudi (kanan) dan pejabat lainnya saat meninjau gudang penyimpanan pupuk milik PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (28/5/2021).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
22/3/2022, 20.40 WIB

Produsen pupuk di dalam negeri masih bergantung kepada tiga negara untuk mendapatkan P dan K, yakni Belarusia, Jerman, dan Kanada. Tossin menyebutkan harga dari Belarusia melonjak karena ancaman keamanan dari perang Rusia-Ukraina.

Sementara itu harga dari Jerman dan Kanada naik karena tingginya biaya transportasi akibat kelangkaan kontainer. "Harga memang pasti naik, tapi yang dikhawatirkan terjadinya (penurunan) ketersediaan," kata Tossin.

Oleh karena itu, Tossin mengatakan pabrikan pupuk saat ini sedang menjajaki beberapa negara pemasok P dan K lain untuk menggantikan pasokan dari ketiga negara tersebut. Sejauh ini, negara yang sedang dijajaki adalah Selandia Baru dan Laos.

Akan tetapi, Tossin menyebutkan P dan K dari kedua negara tersebut tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan pabrikan pupuk domestik.

Di sisi lain, Tossin juga menyiapkan pabrikan pupuk untuk menghadapi skenario terburuk, yakni peningkatan permintaan pupuk dari Cina. Tossin mencatat pabrikan urea di Negeri Panda cukup banyak, tapi kebutuhan pupuk di sana lebih banyak dari produksinya.

"Tiba-tiba dia (Cina) minta (pupuk) di atas harga pasar (pada thaun ini). Kalau harga Cina sudah tinggi, (konsumen bahan baku pupuk) yang lain kalau mau (pesan) harus dengan harga mereka (Cina)," kata Tossin.

Adapun Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Achmad Bakir Pasaman mendata ketersediaan pupuk di dalam negeri masih lebih dari ketentuan minimum. Secara rinci, stok pupuk urea mencapai 179% dari ketentuan minimum, sedangkan pupuk NPK sekitar 150%.

Di samping itu, ketersediaan pupuk non subsidi juga berada di atas 100%, seperti SP36 (177%), ZA (108%) dan organik (110%). Namun, Achmad mengatakan pihaknya harus mengurangi kapasitas produksinya untuk mengatasi tingginya harga bahan baku di pasar internasional.

"Sebenarnya kemampuan (produksi) kami 2,5 juta ton. Kami terpaksa mengkonversikan pabrik NPK jadi (pabrik) bahan baku NPK, sehingga produksi turun (menjadi) 2,4-2,6 juta ton," kata Achmad.

Adapun, Achmad menargetkan untuk dapat mengendalikan harga pupuk non subsidi pada tahun ini. Strategi yang dilakukan adalah mendirikan seribu kios di dekat lahan pertanian.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief