Alasan Petani Pilih Tanam Jagung daripada Kedelai

ANTARA FOTO/Ardiansyah/hp.
Pekerja membersihkan kedelai yang akan dibuat menjadi tempe di Kota Karang, Telukbetung Timur, Bandar Lampung, Lampung, Rabu (23/2/2022).
24/3/2022, 11.48 WIB

Serikat Petani  Indonesia (SPI) menyatakan Program Padi, Jagung, dan Kedelai (Pajale) untuk menaikkan kapasitas produksi kedelai tidak maksimal. Alasannya margin budidaya kedelai yang rendah, sehingga petani lebih memilih untuk menyelingi tanaman padi dengan jagung.

"Oleh karenanya, penting untuk mengatasi kendala-kendala produksi yang ada saat ini (pupuk, sewa tanah, dan lainnya) sehingga produktivitas naik," kata Ketua Umum SPI Henry Saragih dalam keterangan resmi, Rabu (23/3). 

Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat satu hektar lahan kedelai memiliki kapasitas produksi sekitar 1,5 ton. Sementara itu, kapasitas produksi jagung per hektar mencapai 5 ton.

Selain itu, harga jagung di dalam negeri juga kompetitif di kisaran Rp 5 ribu per kilogram (Kg), sedangkan kedelai menembus level Rp 10 ribu per Kg. Dengan hasil keuntungan yang sama atau sekitar Rp 7,5 juta per hektar, Kementan menilai petani masih akan lebih memilih menanam jagung daripada kedelai.

"Belum lagi ancaman konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang cukup tinggi, sehingga ketersediaan tanah untuk bertani sebagai faktor produksi utama juga semakin berkurang," kata Henry.

Henry mencatat, harga kedelai impor sepanjang Februari 2022 telah mencapai Rp 11.200 - Rp 13.900 per Kg. Sementara itu, harga kedelai besutan lokal hanya berkisar Rp 10.500 per Kg. 

Walaupun harga kedelai domestik lebih kompetitif, Henry menilai angka itu tidak ideal. Pasalnya, harga kedelai lokal saat ini belum memasukkan seluruh biaya produksi, seperti pemupukan dan sewa  lahan. 

Henry mengatakan, kenaikan harga kedelai global menyebabkan komoditas ini menjadi menarik untuk dibudidayakan petani lokal. Namun, pemerintah harus mengatasi kendala produksi kedelai agar petani mau menanam.

Produktivitas kedelai nasional secara konsisten mengalami tren penurunan setidaknya sejak 2019. Berdasarkan data SPI,  penurunan terbesar terjadi pada 2019 atau anjlok 34,76% menjadi 424 ribu ton. Sejak 2015, produksi kedelai nasional hanya tumbuh sekali pada 2018 sebesar 20,81% menjadi 650 ribu ton. 

Di samping itu, angka realisasi produksi sejak 2018 selalu tidak mencapai target yang ditetapkan oleh Kementan. Pada 2022, Kementan menargetkan produksi kedelai nasional dapat mencapai 550 ribu ton atau tumbuh 160% dari realisasi tahun lalu. 

"Dari catatan kami, pasca keikutsertaan Indonesia dalam WTO di tahun 1995 dan LoI IMF di tahun 1998, kedelai impor menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan nasional. Hal ini terus bertahan sampai saat ini, dimana pada akhirnya kita menjadi importir dan ketergantungan," kata Henry. 

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan dapat memperluas lahan kedelai hingga 600 ribu hektar pada kuartal II-2022 sampai kuartal III-2022. Perluasan lahan tanam kedelai itu diperkirakan dapat menambah kapasitas produksi kedelai sebanyak 900 ribu ton per tahun. 

Secara rinci, anggaran negara akan berkontribusi dalam membangun 52 ribu hektar lahan kedelai baru. Adapun, sebanyak pendanaan untuk 600 ribu hektar akan diarahkan kepada perbankan melalui program kredit usaha rakyat (KUR). 

Akan tetapi, Yasin tidak terlalu optimistis dengan pendanaan perluasan lahan kedelai dari KUR. "KUR tidak merangsang rakyat (untuk tanam kedelai) dan KUR terbiasa dengan (petani) jagung, dengan (petani) kedelai belum," kata Yasin. 

Untuk jangka panjang, pemerintah berencana kembali menambah lahan kedelai seluas 750 ribu hektare dengan kapasitas produksi sebanyak 1,12 juta ton pada 2023. Luas lahan tersebut ditargetkan kembali bertambah seluas 1 juta hektar pada 2024 dengan target produksi 1,5 juta ton. 

Yasin menilai hal ini harus dibarengi dengan penerbitan larangan terbatas (lartas) importasi kedelai. Hal ini dinilai penting untuk menjaga agar petani kedelai tidak beralih ke komoditas lain. 

"Jadi, salah satu masukan ke Bapak Presiden (saat rapat terbatas adalah) harus ada lartas (importasi kedelai)," kata Yasin. 

Adapun provinsi yang menjadi sentra produksi kedelai terbesar selama periode tersebut adalah Jawa Timur dengan rata-rata produksi 215.035 ton per tahun. Capaian ini berkontribusi 31,29% terhadap produksi kedelai nasional.

Kemudian di posisi kedua ada Jawa Tengah, dengan rata-rata produksi 106.089 ton per tahun atau 15,44% dari produksi nasional. Di posisi ketiga ada Jawa Barat, dengan rata-rata produksi 82.060 ton per tahun atau 11,94% dari produksi nasional.

Reporter: Andi M. Arief