Operasi bisnis di masa pandemi COVID-19 membutuhkan kebiasaan baru terutama pada penerapan prinsip kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) di tempat kerja.
Hal ini ditujukan sebagai upaya membangun karakter lingkungan kerja yang aman dari risiko penularan COVID-19 dan menjadi aset menuju ketahanan di dunia yang terus berubah.
Dalam bincang-bincang ’Peran Industri Promosi K3’ yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin), perusahaan dinilai berperan penting dalam menanamkan kesadaran terkait promosi dan penerapan K3 di lingkungan kerja.
Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, Michiko Miyamoto, mengatakan pemberi kerja perlu membangun rencana lingkungan kerja yang aman dengan meningkatkan manajemen dan mekanisme penunjang K3 yang dapat membantu bisnis secara proaktif mengurangi risiko penularan COVID-19.
Dalam bincang-bincang yang dihadiri oleh Adi Mahfuz Wuhaji selaku Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan mengatakan perusahaan perlu menjadikan kesehatan sebagai sebuah budaya di lingkungan kerja.
Namun penerapan budaya kesehatan membutuhkan masa penyesuaian yang berjalan sesuai dengan situasi di masing-masing organisasi bisnis.
”Iklim bisnis membutuhkan satu sampai tiga tahun masa penyesuaian. Di sisi lain kami juga harus melihat di klasifikasi bisnisnya,” kata Adi.
Adi menambahkan bahwa persoalan membangun kebiasaan baru K3 tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Sebab, hal itu berhubungan dengan masing-masing pola pikir Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan.
”Semuanya membutuhkan proses. Tidak bisa dilakukan dalam semalam. Tapi memang harus ditanamkan kebiasaan baru terkait dengan K3,” ujar dia seraya menambahkan bahwa Indonesia masih menghadapi masalah dengan paradigma SDM yang kebanyakan memiliki klasifikasi pendidikan yang berbeda-beda.
Selain itu, Adi mengatakan kebiasaan baru mengenai K3 perlu dilakukan dengan kerja sama yang berkesinambungan.
Kerja sama antara ILO dan Kadin Indonesia untuk menjangkau lebih banyak pemberi kerja dan memperluas kesadaran kritis terhadap K3 nantinya akan menjadikan SDM sebagai pilar penggerak budaya baru K3 di lingkungan kerja.
”Sistem K3 ini seharusnya tidak hanya menjadi sertifikat. Perusahaan harus memiliki semangat agar sistem ini dapat diupayakan secara konsisten.”
Wendri Wildiartoni, dokter K3 yang bergabung di program ILO di layanan penilaian risiko COVID-19 mengatakan penerapan protokol kesehatan di tempat kerja sekarang ini menghadapi berbagai tantangan.
Sebab setiap organisasi bisnis memiliki banyak perbedaan yang cukup signifikan seperti proses kerja, unit, dan jumlah tenaga kerja.
Namun perbedaan tersebut bukan halangan untuk mengadaptasi UU Wabah no. 4 tahun 1984.
”Terpenting perusahaan harus bisa fleksibel dan menyesuaikan penerapan protokol kesehatan dengan pemahaman terhadap UU Wabah Tingkat Nasional,” kata Wendri.
Wendri menambahkan perkembangan terkini secara nasional atau grafik angka positif penderita COVID-19 membutuhkan sensitivitas pembacaan situasi.
Sebab, pembacaan yang tepat terhadap perkembangan situasi, akan menjawab tantangan penerapan protokol kesehatan sekaligus K3 di masa pandemi dan sesudahnya.
”Perusahaan harus punya kebijakan kapan harus memperlonggar atau memperketat. Lalu bisa melakukan deteksi dini, pelacakan (tracking), telusur, lalu isolasi,” ujarnya.
Terkait dengan penerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja, Wendri mengatakan perusahaan bisa melakukan pembaruan sembari melihat perkembangan situasi.
Pembaruan ini akan menentukan bagaimana protokol kesehatan dapat menjadi faktor penting dalam mendongkrak produktivitas perusahaan. ”Pembaharuan bisa dilakukan setiap dua bulan sekali atau enam bulan sekali, ” kata dia.
Selain pembaruan, faktor penting lain dalam penerapan kebiasaan baru K3, terletak pada konsistensi melakukan promosi dan edukasi.
Hal ini juga perlu didukung dengan mempertahankan kebiasaan yang baik atau habitus dari masing-masing perusahaan.
“Karena, tantangan selama ini yang saya temui dengan para kolega adalah K3 masih dipandang sebagai bukan investasi,” kata Wendri.
Menurut Abdul Hakim, manajer proyek ILO, tantangan K3 di tengah perusahaan sekarang ini terletak pada keberanian untuk menerapkan protokol kesehatan secara komprehensif.
Modal ini dapat menjadi awal dari proses kerja yang aman dan sehat di tempat kerja. ”Jika sudah berani, konsisten, semua proses kerja bisa berkembang,” ujarnya.
Abdul Hakim juga menambahkan bahwa kekuatan kebiasaan baru K3, ke depannya terletak pada para pekerja.
Peningkatan pandangan, pengetahuan, dan paradigma di kalangan pekerja dapat menciptakan budaya baru tentang penerapan protokol kesehatan dan kebiasaan baru K3 yang efektif dan responsif.
”Kekuatannya ada pada para pekerja. Kadin dan ILO akan membantu sesuai tupoksi. Lalu layanan ini akan menyentuh sampai ke grassroot,” kata dia menambahkan.
Layanan penilaian risiko COVID-19 adalah layanan yang diberikan oleh ILO dengan dukungan dana dari Pemerintah Jepang untuk meningkatkan perlindungan bagi bisnis dan pekerja dari COVID-19 berdasarkan saran dari dokter K3.
Layanan ini tersedia untuk tempat kerja perusahaan yang didirikan secara legal di Indonesia dengan setidaknya memiliki 10 pekerja di setiap tempat kerja.
Untuk informasi lebih lanjut kunjungi: www.ilocovidproject.id