RI Targetkan Swasembada Gula pada 2024, Konversi Lahan Karet Jadi Tebu

ANTARA FOTO/Irfan Anshori/tom.
Petugas mengawasi proses penggilingan tebu di Pabrik Gula PT Rejoso Manis Indo (RMI) Blitar, Jawa Timur, Rabu (25/5/2022).
9/6/2022, 14.35 WIB

 Kementerian Pertanian menargetkan seluruh kebutuhan gula bagi rumah tangga atau gula kristal putih (GKP) akan dipasok seluruhnya dari dalam negeri pada 2024. Salah satu cara untuk mencapai target tersebut adalah melakukan ekstensifikasi tebu sehingga bisa meningkatkan produksi gula di dalam negeri.

Kementerian Pertanian (Kementan) mendata total konsumsi GKP nasional pada 2021 mencapai 3,2 juta ton  Tahun lalu, kontribusi GKP lokal baru mencapai 71,87% atau sebanyak 2,3 juta ton. Angka ini diprediksi naik 8,69% pada akhir 2022 menjadi 2,5 juta ton. 

"Dalam strategi pencapaian swasembada gula konsumsi (rumah tangga) ini ada persyaratan minimal produksi tebu, (yaitu) 8,5 ton per hektar," kata Direktur Tanaman Semusim Kementan Ardi Praptono dalam Deklarasi dan Musyawarah Nasional I Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapgindo), Kamis (9/6). 

Untuk mencapai syarat tersebut, Kementan menyiapkan tiga langkah yakni ekstensifikasi lahan, intensifikasi lahan, dan peningkatan rendeman. Ardi mengatakan pemerintah akan memperluas lahan tebu sebanyak 75.000 hektar hingga 2024. Salah satu cara yang akan ditempuh adalah konversi lahan sebagian perkebunan karet menjadi perkebunan tebu. 

 Selain itu, Ardi akan melakukan intensifikasi lahan tebu seluas 200.000 hektar. Langkah yang akan dilakukan adalah membongkar tebu ratun di lahan seluas 75,00 hektar dan merawat tebu ratun seluas 125.000 hektar.

Tebu ratun adalah akar tebu dari tunas anakan pertama yang telah dipanen dengan cara dipotong. Budidaya tebu dengan cara ratun dinilai lebih menghemat biaya lantaran menghilangkan beberapa faktor produksi, seperti pembibitan. 

Terakhir, strategi peningkatan produksi agar mencapai swasembada GKP adalah meningkatkan rendemen di pabrik gula hingga 10%. Rendeman adalah tingkat efisiensi produksi gula di pabrik dari gula mentah. 

Saat ini, rentang rendemen di industri gula nasional adalah 7% - 8%. Untuk mencapai target tersebut, harus ada peningkatan investasi di lahan tebu, bukan pabrik gula. 

Koordinator Nasional Munas I Gapgindo Syukur Iwantoro mengatakan pabrik gula di dalam negeri telah mengatur fasilitas produksi untuk menghasilkan rendeman di level 9% - 10%. Namun demikian, rendahnya kualitas tebu dari lahan. 

"Sekarang ini kendalanya di kualitas tebu yang belum memenuhi kualitas, tapi dengan bimbingan teknis di petani, kami bisa menyelesaikan (target tersebut)," kata Syukur. 

 Syukur mengatakan, salah satu bimbingan yang akan diberikan adalah menyesuaikan jenis pupuk yang digunakan untuk lahan tebu. 

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani tebu, Syukur mengatakan Gapgindo akan mendorong pembelian tebu utus sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Pertanian No. 593/2019 tentang Penerapan Sistem Pembelian Tebu. 

Menurutnya, sistem beli putus akan meningkatkan kepastian harga jual bagi petani tebu dan mendorong meningkatkan rendeman di level petani. Di samping itu, potensi pembelian tebu petani di bawah Harga Pembelian Tebu Pekebun (HPP) juga akan lebih kecil. 

Berdasarkan SE Menteri Pertanian No. 593/2019, HPP ditetapkan sebesar Rp. 510.000/ton pada tingkat rendemen 7 %. Jika rendemen lebih tinggi atau kurang dari 7 % maka harga tebu disesuaikan secara proposional.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gula tebu perkebunan besar mencapai 1.033,3 ton pada 2021. Angka tersebut meningkat 5,9% dibanding produksi tahun 2020 yang sebesar 975,6 ton, sekaligus menjadi yang terbesar dalam 5 tahun terakhir seperti terlihat pada grafik.

Reporter: Andi M. Arief