Setelah Lion Air, Garuda Minta Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Direvisi

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.
Calon penumpang antre untuk Òcheck inÓ, di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (26/10/2020). Kementerian Perhubungan memprediksi kenaikan pergerakan penumpang pesawat mencapai 20 persen di masa libur panjang 28 Oktober hingga 1 November 2020 dengan adanya subsidi harga tiket pesawat yang diberikan pemerintah.
30/6/2022, 18.59 WIB

PT Garuda Indonesia menilai kebijakan Tarif Batas Atas (TBA) tiket pesawat perlu ditinjau ulang karena melonjaknya harga avtur dalam beberapa bulan terakhir.  Kebijakan TBA yang berlaku saat ini dibuat sebelum terjadi pandemi Covid-19.

Kebijakan TBA tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 20-2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Permenhub tersebut mengatur cara perhitungan TBA untuk melindungi konsumen. Selain itu, permenhub tersebut juga mengatur Tarif Batas Bawah (TBB) untuk melindungi maskapai penerbangan.

"(Permenhub 20-2019) perlu di-review, (karena) banyak hal untuk selalu diperhatikan, termasuk (harga) avtur," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra kepada Katadata.co.idKamis (30/6). 

 Irfan meminta agar regulator mendiskusikan kebijakan TBA secara rutin dengan semua pihak. Namun demikian, Irfan menyampaikan bahwa biaya operasional Garuda Indonesia dan Citilink belum tertekan karena kenaikan harga avtur maupun menguatnya nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah. 

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat terus melemah pada kuartal II-2022 hingga ke level Rp 14.675 pada Juni 2022. Sementara itu, harga avtur pada April-Juni 2022 secara konsisten naik menjadi Rp 17.753 per liter pada Juni 2022. Angka tersebut naik hingga 64% dibandingkan harga avtur per 2019 senilai Rp 10.845 per liter. 

Kemenhub mendata biaya operasi pesawat (BOP) didominasi oleh biaya avtur dan pelumas atau hingga 40% dari total BOP. Sementara biaya pemeliharaan dan overhaul mencapai 25%, sewa pesawat hingga 20%, dan biaya lain-lain hingga 15%. 

"Nggak (ada strategi khusus dalam mengatur biaya operasional saat ini). Biasa saja (strateginya) kalau ada kenaikan biaya kondisi eksternal," kata Irfan. 

President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan Permenhub No. 20-2019 diterbitkan Maret 2019 atau sebelum pandemi COvid-19. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang tidak menjadi perhitungan pemerintah saat itu. 

"Kalau ini (Permenhub No. 20-2019) tidak di-review kembali, bukan kami saja, operator lainnya mungkin tidak mau atau tidak sanggup (menerbangkan beberapa rute domestik). Kalau dipaksa mengikuti TBA (tarif batas atas), otomatis kami tidak sanggup untuk menjalankan rute tersebut ," kata Daniel dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR, Selasa (28/6).

Permenhub No. 20-2019 mengatur tentang sistematika penetapan tarif berdasarkan jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tambahan. Kebijakan tersebut juga mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk melindungi konsumen dan maskapai penerbangan. 

Daniel mengatakan, sebagian rute penerbangan tidak membukukan keuntungan walau tingkat okupansi penumpang telah 100%. Dia mencontohkan rute Pontianak-Putussiabau yang belum mencetak laba walau okupansi penuh. 

Menurut Daniel, maskapai harus mengandalkan bisnis kargo dan memaksimalkan okupansi di beberapa rute untuk bisa mencetak laba.  Selain itu, sebagian rute juga telah mengalami pergeseran waktu tempuh. Dengan demikian, formulasi tarif yang diatur dalam Permenhub No. 20-2019 dinilai tidak relevan. 

Mengutip data Pertamina, harga rata-rata avtur di Bandar Udara Soekarno-Hatta sudah naik 55,38% selama periode Januari-Juni 2022.

Reporter: Andi M. Arief