Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengkritik usulan penetapan retribusi kepada petani sawit. Usulan itu diajukan para bupati yang tergabung dalam Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI).
AKPSI mengusulkan retribusi Rp 25 per kilogram (Kg) tandan buah segar (TBS) sawit yang dipanen. Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengatakan waktu pengenaan retribusi tersebut tidak tepat dan dapat menambah beban petani sawit saat ini.
"Harusnya mereka bukan bicara (penetapan retribusi) Rp 25 per Kg, tapi bagaimana para bupati itu membantu petani sawit untuk bisa tetap 'bertahan hidup'," kata Gulat kepada Katadata.co.id, Jumat (8/7).
Gulat mendukung pengenaan retribusi tersebut kepada petani sawit, tapi saat industri kelapa sawit nasional dalam kondisi normal. Gulat mengatakan saat ini arus kas petani sawit sedang "megap-megap".
Gulat mendata rata-rata harga TBS sawit di perkebunan swadaya per 7 Juli 2022 hanya Rp 750 per Kg. Sementara itu, harga rata-rata TBS di kebun yang bermitra dengan perusahaan kelapa sawit (PKS) adalah Rp 1.150 per Kg.
Kedua harga tersebut lebih rendah setidaknya Rp 1.000 per Kg dari rata-rata harga yang ditetapkan 22 Dinas Perkebunan senilai Rp 2.250 per Kg. Artinya, harga TBS hanya sekitar 50% dari harga yang ditetapkan pemerintah.
Pemerintah pusat telah mengatur masalah pendapatan daerah berupa retribusi dalam Undang-Undang (UU) No. 1-2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Saat ini, pemerintah daerah belum mendapatkan retribusi daerah dari petani kelapa sawit lantaran peraturan turunan dari UU No. 1-2022 belum diterbitkan.
Oleh karena itu, Gulat meminta agar AKPSI untuk menahan diri terkait penetapan aturan retribusi tersebut sampai kondisi industri kelapa sawit nasional kondusif. Gulat mengatakan Apkasindo memiliki rencana besar agar daerah penghasil sawit mendapatkan sebagian hak dari dana sawit.
"Semacam BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) lah. Jadi, para (pemerintah) kabupaten/kota penghasil sawit akan terintegrasi ke BPDPKS," kata Gulat.
Selain itu, Gulat berencana untuk meminta Kementerian Dalam Negeri untuk menambah wewenang AKPSI. Wewenang yang dimaksud adalah pencabutan izin usaha perusahaan kelapa sawit (PKS) jika melanggar regulasi.
Sekretaris Jenderal AKPSI Kamsol merekomendasikan 13 poin hasil rapat koordinasi AKPSI kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Pada poin ke-7, Kamsol meminta pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada Kabupaten penghasil sawit menarik retribusi produksi TBS sawit minimal Rp 25 per Kg dengan membuat aturan turunan berupa Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri Keuangan.
Penetapan retribusi senilai Rp 25 per Kg tersebut telah mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan negara, investasi, dan masyarakat. Asosiasi menilai nilai retribusi tersebut tidak akan memberatkan masyarakat.
"Kami merasa kurang adil karena kami sebagai kabupaten penghasil selama ini tidak ada bagi hasil dari sektor sawit. Makanya kami minta agar UU (No. 1-2022) diimplementasikan supaya daerah juga mendapatkan dana bagi hasil dari sektor sawit dan turunannya," kata Kamsol.