Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) mewaspadai peningkatan impor ban yang masuk ke pasar Indonesia, termasuk kemungkinan barang ilegal. Ban impor ilegal tersebut diduga berasal dari barang yang sudah kadaluarsa.
Ketua APBI, Azis Pane, mengatakan sebanyak 75%-80% dari 87 merek ban impor yang masuk ke Indonesia berasal dari India dan Cina. Pihaknya telah menyurati Kementerian Keuangan terkait dugaan peningkatan volume ban impor di pasar domestik. Namun, katanya, pemerintah justru meminta bukti atas dugaan tersebut sebelum melakukan investigasi lebih lanjut.
"Pemberian bukti bukan kerjaan kami, pemerintah dong yang cek. Kalau memang tidak ada ban impor ilegal di pasar domestik, ya bantah," kata Azis kepada Katadata, Senin (8/8).
Azis mengatakan, ban impor ilegal tersebut tidak dapat ditelusuri asal negaranya. Pasalnya, nomor serial yang dicetak di samping ban telah digores.
Dia menduga, ban impor ilegal yang masuk ke pasar dalam negeri adalah ban kadaluarsa. Artinya, ban impor ilegal memiliki ketahanan yang lebih rendah dan membahayakan konsumen domestik.
Menurut Azis, banyaknya impor ban ke Indonesia dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat. Permintaan id+tu dipengaruhi oleh peningkatan jumlah sepeda motor dan reparasi. Azis menilai, pabrikan ban sepeda motor akan tidak mampu mengikuti permintaan dari pasar atau original equipment manufacturet atau OEM.
"Karena modelnya berubah-ubah, industri ban tidak bsia cepat mengikutinya," kata Azis.
Bahan Baku
Selain produk jadi, APBI juga memproyeksi nilai impor karet sintetis akan naik 9,85% menjadi US$ 718,85 juta dari capaian tahun lalu senilai US$ 654,38 juta. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh dua hal, yakni meningkatnya permintaan ban di dalam negeri dan tumbuhnya harga minyak bumi global.
Seperti diketahui, karet sintetis merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan ban. Secara sederhana, sebuah ban terdiri dari empat bahan baku utama, yakni karet sintetis, karet alam, carbon black, kawat ban, dan kain ban.
Azis mengatakan, saat ini negara produsen ban dunia bersaing untuk mendapatkan beberapa bahan baku, salah satunya karet sintetis. Serupa dengan Indonesia, sebagian negara produsen ban seperti Cina dan Thailand mengalami peningkatan permintaan ban di negaranya masing-masing.
Oleh karena itu, Azis mengusulkan agar pemerintah dan perguruan tinggi meneliti proses produksi karet alam di dalam negeri menjadi karet sintetis. Azis mencatat Jepang saat ini sedang meneliti untuk menggantikan carbon black dengan sida ash tanpa mengurangi kualitas.
"Dulu kami pernah seminar dengan ITB dan Kadin. ITB mengatakan karet alam dengan modal yang tidak begitu susah bisa dijadikan seperti synthetic rubber," kata Azis.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia mencapai US$21 miliar pada Juni 2022. Angka ini naik 12,87% (month-on-month/mom) dibandingkan Mei 2022 yang sebesar US$18,61 miliar.
Berdasarkan penggunaan barang, nilai impor terbesar berasal dari impor bahan baku/penolong, yakni US$16,23 miliar atau 77,55% dari total impor nasional Juni 2022.