Pengelola Mal Harap Pembatasan Impor Barang Mewah Dilonggarkan

Andi M. Arief
3 Agustus 2022, 19:50
Pengunjung memadati pusat perbelanjaan yang ada di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (30/4/2022). Pada H- 2 jelang Idul Fitri 1443 H banyak warga yang menyerbu pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan Lebaran.
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.
Pengunjung memadati pusat perbelanjaan yang ada di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (30/4/2022). Pada H- 2 jelang Idul Fitri 1443 H banyak warga yang menyerbu pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan Lebaran.

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mendorong pemerintah melonggarkan aturan pembatasan impor untuk barang mewah. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai memiliki dampak negatif kepada perekonomian nasional.

Ketua APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan, pembatasan impor barang mewah mendorong konsumen kelas atas untuk berbelanja di luar negeri. Pasalnya, barang mewah yang biasanya dibeli konsumen kelas atas di dalam negeri tidak tersedia akibat pembatasan impor barang konsumsi.

"Apalagi, bepergian ke luar negeri sudah dipermudah dan kemudian bisnis jasa titip jadi merajalela. Ini merugikan pemerintah karena dari sisi perpajakan ini tidak bisa dipungut pajak secara maksimal," kata Alphonzus di Mal Kota Kasablanka, Rabu (3/8).  

Selain itu, Alphonzus mengatakan jika konsumen orang kaya berbelanja di luar negeri, negara mengeluarkan devisa dan menguntungkan negara tetangga. Oleh karena itu, Alphonzus mendorong pemerintah untuk meninjau kembali aturan tersebut.

Alphonzus menyetujui kebijakan pembatasan impor jika tujuannya melindungi produk dalam negeri. Akan tetapi, Alphonzus mengatakan importasi barang konsumsi untuk konsumen kelas atas diperlukan karena barang mewah tersebut tidak diproduksi di dalam negeri.

Dia mendata jumlah mal dengan target pasar konsumen kelas atas di dalam negeri tidak lebih dari 5% dari total mal di dalam negeri. Sementara itu, 60% mal di Indonesia mengejar konsumen kelas menengah, sedangkan 35% mengejar konsumen kelas bawah.

"Total 95% atau mayoritas mal didominasi konsumen kelas menengah bawah dan rata-rata itu menjajakan produk dalam negeri,"kata Alphonzus.

Walau demikian, komposisi produk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di dalam mal masih cukup kecil. Alphonzus menilai setidaknya ada dua hal yang menjadi tantangan UMKM untuk dipajang di dalam mal, yakni konsistensi kualitas dan konsistensi pasokan.

Alphonzus mengatakan, kedua hal tersebut penting lantaran produk UMKM yang masuk ke dalam mal akan bersaing dengan produk-produk asing dan bahkan produk mewah.

Dia meramalkan tingkat kunjungan mal pada akhir 2022 secara realistis dapat naik ke level 70% - 80%, sementara itu tingkat kunjungan dapat mencapai 90% dalam kondisi optimistis. Pada 2021, rata-rata tingkat kunjungan mal naik ke level 60% setelah pandemi Covid-19 memukul tingkat kunjungan pada 2020 menjadi 15%.

Pada semester I-2022, okupansi mal telah sebesar 80%. Angka tersebut lebih baik dari realisasi okupansi pusat perbelanjaan paruh kedua 2021 sebesar 70%. Menurutnya, pertumbuhan okupansi mal pada paruh pertama 2022 tertahan oleh melonjaknya kasus positif Covid-19 akibat varian Omicron. Namun demikian, Alphonzus enggan merevisi target okupansi mal lantaran lonjakan kasus positif Covid-19 tidak terjadi pasca cuti panjang Idul Fitri 2022.

"Memang (okupansi mal) belum bisa sampai ke 100% karena pada Februari 2022 terganggu Omicron. Kami optimistis (target okupansi 90% tercapai), meskipun sekarang (angka kasus positif Covid-19) lagi bergerak naik, tapi akan tetap terkendali," kata Alphonzus.

Maka dari itu, Alphonzus mengatakan, vaksinasi menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga angka okupansi mal pada 2022. Okupansi mal pada 2021 rendah karena melonjaknya kasus positif Covid-19 akibat varian Delta.  Saat itu, menurut dia, kebijakan pemerintah keliru dalam mengutamakan vaksinasi pada kelompok lanjut usia.

Dengan demikian, kata Alphonzus, lonjakan kasus saat varian Delta menyerang didominasi oleh kelompok usia produktif. Selain itu, tingkat vaksinasi di dalam negeri masih terbilang rendah atau kurang dari 10%.

Majalah CEOWORLD, merilis 10 kota terbaik di dunia untuk belanja barang mewah. Asia Tenggara hanya diwakili oleh Singapura.

Reporter: Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...