Kemendag Pantau Harga Minyak Kita Lebih Rp 14.000 di Empat Provinsi

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.
Petugas melakukan persiapan untuk pengiriman minyak goreng Minyakita yang telah dikemas dalam kontainer ke Indonesia bagian timur, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Lavinda
14/9/2022, 06.10 WIB

Kementerian Perdagangan atau Kemendag melaporkan, masih ada empat provinsi yang menjual Minyak Kita dengan harga di atas Rp 14.000 per liter. Provinsi yang dimaksud adalah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Minyak Kita merupakan produk minyak goreng kemasan sederhana yang diluncurkan pemerintah dan telah melalui satu kali proses penyaringan RBD Palm Olein. Harga Minyak Kita telah diatur dan tertera di kemasannya, yakni senilai Rp 14.000 per liter.

Disparitas harga tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara, yakni hingga Rp 16.500 per liter. 

"Itulah kenakalan yang harus diawasi, kan sudah ditulis Rp 14.000 per liter. Permintaan Minyak Kita sangat bagus karena kami jaga kualitas," kata Staf Khusus Menteri Perdagangan Oke Nurwan di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (13/9).

Akibat tingginya permintaan Minyak Kita di pasar, Oke menemukan harga minyak goreng kemasan premium justru berangsur turun.

Pada akhir kuartal I-2022, harga minyak goreng kemasan premium adalah Rp 21.417 - Rp 35.000 per liter. Per hari ini, harga minyak goreng kemasan premium telah turun menjadi Rp 15.500 - Rp 29.000 per liter.

Selain itu, Kemendag mendata mayoritas daerah di bagian timur Indonesia telah mendapatkan Minyak Kita seharga Rp 14.000 per liter. Hal tersebut disebabkan oleh insentif yang didapatkan eksportir saat mengirimkan minyak goreng dalam bentuk Minyak Kita ke bagian timur.

Oke menghitung pencatatan pengiriman minyak goreng hasil kewajiban pasar domestik atau DMO bisa menjadi 22,5 kali. Setelah dikurangi, biaya pengemasan dan logistik, volume ekspor CPO yang bisa dilakukan eksportir agar bisa lebih dari 20 kali dari jika lokasi pemenuhan DMO ada di bagian timur Indonesia dan menggunakan Minyak Kita.

Artinya, pengiriman 1.000 ton Minyak Kita ke Manokwari membuat hak ekspor yang dimiliki eksportir menjadi lebih dari 20.000 ton. "Jual rugi Minyak Kita juga nggak masalah, karena 20 kali lipat untungnya," kata Oke.

Oleh karena itu, Oke mengatakan pelaku industri minyak goreng saat ini sedang menambah investasi untuk membeli fasilitas pengemasan Minyak Kita. Dengan demikian, Oke meramalkan keberadaan minyak goreng curah di dalam negeri akan tergerus secara alami di masa depan.

"Mudah-mudahan yang 202 juta liter minyak goreng curah terkonversi menjadi minyak goreng kemasan. Nilai tambah bagi pemerintah banyak, selain higienis bagi konsumen," kata Oke.

Namun demikian, Oke belum dapat menjamin rata-rata nasional harga tandan buah segar atau TBS sawit dapat menembus harga Rp 2.000 per kilogram (Kg). Oke menilai ada beberapa hal yang menghambat pertumbuhan harga TBS, seperti dampak geopolitik Rusia-Ukraina hingga fluktuasi bunga perbankan.

Berdasarkan data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, rata-rata nasional harga TBS sawit dari kebun petani swadaya baru senilai Rp 1.789 per Kg Per 2 September 2022. Sementara itu, harga TBS sawit dari kebun plasma seharga Rp 1.927 per Kg.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo mendata harga TBS dari petani swadaya yang sudah mencapai atau lebih dari Rp 2.000 per Kg ada di Riau (Rp 2.400 per Kg), Sumatra Utara (Rp 2.350 per Kg), Sumatra Selatan (Rp 2.050 per Kg), dan Jambi (Rp 2.000 per Kg).

Sementara itu, TBS sawit milik petani bermitra telah dijual lebih dari Rp 2.000 per Kg di Papua Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bengkulu, Sumatra Barat, dan Jambi.

Oke menilai pendorong utama yang menekan harga TBS saat ini adalah sifat pelaku industri yang mengejar keuntungan maksimum. "Tugas saya sekarang memastikan ketersediaan minyak goreng. Harga TBS itu di hulu, bukan saya," kata Oke.

Reporter: Andi M. Arief