Rusia Siapkan Dana Rp 352 Triliun untuk Ganti Boeing hingga Airbus

ANTARA FOTO/REUTERS/Karen Ducey/foc/cf
Pesawat Boeing 737 MAX mendarat setelah uji coba penerbangan di Boeing Field di Seattle, Washington, Amerika Serikat, Senin (29/6/2020).
19/10/2022, 10.09 WIB

Rusia berencana untuk menyiapakan dana sebesar 1,4 triliun rubel atau sebesar Rp 352,3 triliun dari anggaran negaranya untuk mengganti pesawat produksi asing dengan buatan domestik. Kebijakan tersebut diberlakukan untuk mengurangi ketergantungan pada industri negara barat.

Sanksi yang diberikan negara barat atas invasi Ukraina menyebabkan Rusia kesulitan untuk mendapatkan suku cadang dan memperbaiki pesawat produksi luar negeri.

Perusahaan penyewaan pesawat akan diberikan dana untuk mengganti pesawat Boeing dan Airbus dengan pesawat baru buatan Rusia, termasuk Sukhoi Superjet New dan Irkut MS-21.

"Produsen pesawat kami akan dijamin permintaan untuk sewa, yang kemudian akan digunakan untuk penerbangan domestik kami," kata Menteri Keuangan Anton Siluanov pada rapat komite anggaran, di Duma, dikutip dari Reuters, Rabu (19/10).

Dana untuk membayar skema penggantian pesawat akan dialihkan dari National Wealth Fund (NWF. Sumber dana tersebut akhir-akhir ini semakin banyak digunakan untuk menopang perekonomian dalam menghadapi sanksi negara barat atas tindakan Rusia di Ukraina.

Seorang perwakilan Kementerian Keuangan Rusia menyatakan bahwa dana tersebut diharapkan akan dihabiskan pada 2030.

Industri penerbangan Rusia menggenjot produksinya hingga 1.000 pesawat 2030. Ini merupakan upaya untuk mengakhiri ketergantungan pada pesawat Barat.

Rusia telah menerima banyak sanksi ekonomi terkait invasinya ke Ukraina sejak akhir Februari 2022. Menurut data lembaga riset hubungan internasional Atlantic Council, sampai Senin (7/3), sekitar 61% cadangan devisa bank sentral Rusia yang tersebar di wilayah yurisdiksi Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris sudah dibekukan.

Atlantic Council memperkirakan saat ini cadangan devisa Rusia di luar negeri yang bisa diakses hanya sekitar 17%, dan cadangan tersebut tersimpan di Tiongkok.

Kondisi tersebut bisa berdampak pada aliran investasi dari Rusia ke Indonesia. Jika dilihat dari trennya, selama periode 2011-2021 investasi Rusia di Indonesia paling banyak masuk ke proyek-proyek di sektor tersier, seperti dapat dilihat pada grafik.