Pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah marak terjadi di industri tekstil. Kementerian Keuangan mengaku bingung melihat fenomena tersebut karena kinerja sektor ini dianggap masih kuat.
Kemenkeu mengatakan dari sisi penjualan, industri tekstil masih menunjukkan pertumbuhan di atas manufaktur secara keseluruhan Belum lagi kinerja korporasi secara umum di dalam negeri juga dinilai masih kuat sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi yang stabil.
"Pendapatan penjualan industri tekstil tumbuh di atas 10% sementara total industri manufaktur secara keseluruhan hanya sekitar 5%. Jadi agak membingungkan kalau terjadi PHK," kata Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman dalam media briefing di Bogor, Jumat (4/11).
Kinerja keuangan yang positif pada sektor tekstil tersebut tidak lepas dari kinerja moncer ekspor berbagai produk pakaian dan alas kaki. Catatan Kemenkeu, ekspor tekstil baik untuk jenis pakaian dan aksesori serta ekspor alas kaki masih tumbuh kuat.
Bukan hanya industri tekstil, tetapi sebagian besar koperasi Indonesia dinilai masih dalam kondisi aman. Rohman mengatakan, kinerja keuangan yang membaik terlihat di sebagian besar sektor korporasi. Asesmen Kemenkeu menunjukkan, pendapatan perusahaan tumbuh kuat mengekor kinerja pertumbuhan ekonomi yang juga kuat.
Selain itu, rasio pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) terhadap pembayaran bunga utang (ICR) juga terus membaik. Semua sektor mencatatkan ICR di atas threshold 1,5%, bahkan untuk sektor pertambangan berada di atas 10%.
"Hanya satu sektor yang masih marginal ICR-nya berada di sekitar level threshold, yakni real estate," kata Rohman.
Sebelumnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti kemungkinan PHK massal di industri tekstil terjadi karena adanya relokasi pabrik ke daerah dengan upah lebih murah. Hal ini didukung oleh pembangunan infrastruktur khususnya di Jawa yang semakin bagus sehingga semakin banyak kawasan industri yang berkembang.
Hal ini semakin memudahkan perusahaan untuk merelokasi pabriknya dari satu daerah ke daerah lain. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan tersebut pindah ke daerah yang disebutnya lebih 'kondusif' dari sisi upah.
"Jadi, kemungkinan terlihat PHK di satu daerah tetapi muncul kesempatan kerja di daerah lain," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11).
Sri Mulyani mengatakan kinerja industri tekstil masih menunjukkan perbaikan secara tahunan. Dari September 2021 hingga 2022, ekspor pakaian dan aksesori rajutan tumbuh 19,4%. Begitu pula ekspor produk non rajutan dan alas kaki yang naik 37,5% dan 41,1% secara year-on-year.
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan jika sebagian karyawan industri TPT kini telah dirumahkan karena turunnya permintaan tekstil.
"Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," ujarnya pada Rabu (26/10).