Sangat Rendah, Bulog Baru Serap 143 Ribu Ton Beras Saat Panen Raya

ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/tom.
Petani memanen padi di Bangka Hulu, Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (06/4/2023).
13/4/2023, 14.04 WIB

Perum Bulog baru menyerap  143.000 ton ton beras sejak panen raya hingga 11 April 2023. Jumlah penyerapan tersebut tergolong sangat rendah dan tidak mencukupi untuk kebutuhan penyaluran Bulog baik Bantuan Pangan maupun Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan atau operasi pasar. 

"Dari awal panen raya hingga saat ini, kami sudah menyerap sebanyak 143.000 ton, dan akan terus kami usahakan agar bisa menyerap lebih banyak," ujar Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas di Jakarta Utara, Rabu (13/4).

Buwas mengatakan, angka penyerapan tersebut sangat rendah. Pasalnya Bulog ditugaskan menyerap 2,4 juta ton beras hingga akhir 2023. Sebanyak 70% atau 1,68 juta ton dari target tersebut harus diserap saat panen raya. 

Penyerapan Beras Bulog Terus Turun

Selain itu, ia menuturkan, jumlah penyerapan tersebut masih jauh di bawah kebutuhan bantuan pangan berupa beras yang saat ini sedang berlangsung yaitu sebesar 640.000 ton selama tiga bulan. 

Data penyerapan Bulog Kementerian Pertanian menunjukkan jika penyerapan beras Bulog terus turun selama lima tahun.  Pada 2018, penyerapan Bulog  sebesar 1.488.584 ton, pada 2019 sebesar 1.201.264 ton, 2020 sebesar 1.256.507 ton, dan 2021 sebesar 1.216.311 ton.

Sementara penyerapan Bulog Januari-November 2022 mencapai 900.802 ton.

 Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas, mengatakan stok Bulog yang rendah tersebut terjadi saat panen raya, di mana biasanya pasokan beras dari petani melimpah. Itu artinya, serapan gabah atau beras dari Petani sangat rendah. Dwi mengatakan, stok beras yang rendah tersebut seharusnya tidak terjadi karena sudah ditopang impor beras yang masuk awal 2023.

"Berarti ada masalah yang krusial sehingga serapan Bulog dari hasil produksi petani dalam negeri amat sangat rendah," kata Dwi.

Dia mengatakan,  kondisi tersebut terjadi karena harga pembelian pemerintah atau HPP yang ditawarkan Bulog lebih rendah dari harga pasar. Misalnya saja HPP gabah kering petani hanya Rp 5.000 per kg. Sementara harga GKP di pasar mencapai Rp 5.500 per kg.

Dwi mengatakan, pemerintah seharusnya bisa menerapkan harga felksibilitas hingga 10% sehingga bisa menyerap gabah dan beras dari petani.

"Misalkan harga fleksibilitasnya 10% saja, saya yakin Bulog akan sangat mampu menyerap gabah dari petani," ujarnya. Namun demikian, Dwi mengingatkan bahwa stok CBP Bulog berbeda dengan stok yang ada di masyarakat. Dia mengatakan, stok beras di masyarakat cukup tersedia.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), volume produksi beras Indonesia mencapai 31,54 juta ton pada 2022. Jumlah ini naik 0,59% dibanding produksi tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Reporter: Nadya Zahira