Kemendag Bakal Konsultasi dengan Kejagung Soal Utang Migor Rp 344 M
Kementerian Perdagangan atau Kemendag tengah berdiskusi dengan Kejaksaan Agung soal pembayaran utang selisih harga minyak goreng kepada pelaku ritel modern sebesar Rp 344,3 miliar. Dirjen Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan bahwa Kemendag perlu melakukan konsultasi hukum mengenai pembayaran selsih harga tersebut.
Isy mengatakan, Kementerian Perdagangan sedang memproses pembayaran utang minyak goreng Rp 344,3 miliar tersebut. Namun pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian.
"Jadi prinsipnya adalah prinsip kehati-hatian, dan saat ini sedang kami proses minta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, kita tidak bisa langsung mengizinkan untuk membayar utang itu, karena ini sensitif," ujar Isy saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jumat (14/4)
Maka dari itu, ia menuturkan bahwa Kemendag sedang menunggu hasil dari pendapat hukum Kejaksaan Agung terlebih dahulu. Sehingga Kementerian Perdagangan akan mengikuti kebijakan yang diputuskan dari hasil pendapat hukum tersebut.
"Sekarang ini masih proses, jadi kita tinggal menunggu nanti hasil dari pendapat hukum kejaksaan agung," kata dia.
Isy juga menanggapi rencana Aprindo menghentikan penjualan minyak goreng di 48 ribu ritel yang tergabung dalam organisasinya. Hal itu dilakukan agar pemerintah segera membayar utang tersebut kepada para pelaku ritel.
Menurut Isy, kemendag akan segera berkoordinasi lagi dengan pengurus Aprindo agar para peritel tidak menerapkan kebijakan tersebut. Pasalnya, menurut Isy, hal itu akan menimbulkan masalah baru jika direalisasikan.
"Hari ini akan saya telepon Pak Roy (Ketua Aprindo). Ya nanti kita koordinasikan lah, intinya jangan sampai kejadian seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru," kata Isy.
Ritel Ancam Setop Jual Minyak Goreng
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo mengancam menghentikan penjualan minyak goreng di 48 ribu ritel yang tergabung dalam organisasinya. Hal itu dilakukan agar pemerintah segera membayar utang kepada pelaku ritel moderen sebesar Rp 344,3 miliar.
Ketua Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan utang tersebut merupakan selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan atau Kemendag untuk dibayarkan pada pelaku usaha ritel atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap atau HET.
Hal itu tercantum dalam aturan Permendag 3/2022 tentang minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter.
Roy mengatakan, pemerintah berjanji untuk mengganti selisih harga antara minyak goreng yang dibeli peritel dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter. Selisih yang akan diberikan kepada pelaku usaha ritel tersebut akan dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDP KS.
Namun, realitanya hingga saat ini pemerintah belum membayarkan hutangnya. Pedahal pelaku ritel sudah menanggung selisih harga tersebut sebesar Rp 344,3 miliar.
"Sudah satu tahun lebih pembayaran rafaksi minyak goreng ini belum diselesaikan," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (13/4).
Padahal dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir itu, Aprindo sudah melakukan audiensi secara formal maupun informal kepada Kementerian Perdagangan, BPDPKS, Kantor Sekretariat Presiden, hingga Wakil Rakyat pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI.
"Sampai saat ini upaya kami belum menghasilkan informasi apapun, atas proses penyelesaian dan kepastian dari pembayaran rafaksi minyak goreng tersebut," kata Roy.
Dia mengatakan, jumlah selisih harga yang ditanggung peritel tersebut sangat besar di tengah bisnis ritel yang saat ini masih belum pulih seluruhnya sejak pandemi. Jika dalam waktu dekat pemerintah tidak segera membayar utang tersebut, pengusaha akan menghentikan pengadaan minyak goreng premium di 48 ribu ritel milik anggota Aprindo.