Rugi Besar, Aprindo Ultimatum Kemendag Bayar Utang Migor dalam 3 Bulan

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.
Karyawan melayani pembeli minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (19/1/2022).
Penulis: Nadya Zahira
Editor: Yuliawati
4/5/2023, 17.42 WIB

Pertemuan antara Kementerian Perdagangan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) membahas pembayaran utang rafaksi minyak goreng atau migor pada hari ini tak membuahkan hasil. Aprindo memberikan tenggat waktu atau ultimatum kepada Kemendag untuk membayar utang senilai Rp 344 miliar dalam dua sampai tiga bulan kedepan.

"Jadi kami sangat berharap masalah ini sudah selesai dalam dua sampai tiga bulan, sebelum pesta demokrasi berlangsung," ujar Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey saat ditemui awak media di Kantor Kemendag, Kamis (4/5).

Kemendag beralasan belum dapat membayar utang rafaksi minyak goreng kepada pengusaha ritel karena masih menunggu hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Belum ada kepastian kapan akan membayar utang dari kebijakan minyak goreng satu harga.

"Saat kami tanyakan kapan bisa membayar? Kemendag kembali lagi bilang, itu di luar kontrol kami, karena masih menunggu pendapat hukum," ujar Roy.

Roy mengatakan jika hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung tidak perlu membayar utang tersebut, maka Aprindo akan menghentikan penjualan minyak goreng pada 48 ribu ritel yang tergabung dalam organisasinya.

"Tentu kami akan menempuh opsi tersebut, kalau utang imi tidak dibayarkan. Karena kami rugi besar," kata dia.

Dia berharap, permasalahan utang ini bisa diselesaikan sebelum pesta demokrasi berlangsung. Ia khawatir jika adanya pesta demokrasi dapat membuat permasalahan ini menjadi lenyap dan tidak diselesaikan.

"Jadi kami sangat berharap masalah ini sudah selesai dalam dua sampai tiga bulan sebelum pesta demokrasi berlangsung," kata dia.

Roy menegaskan pemberhentian penjualan minyak goreng di ritel akan dilakukan jika pemerintah memang benar-benar tidak membayar utangnya. Namun, hal itu dilakukan secara perlahan, karena opsi tersebut hanya bisa dilakukan apabila stok minyak goreng di gudang benar-benar sudah habis.

"Jadi saat ini kami perlahan mengurangi pembelian minyak goreng di produsen. Karena kalau stoknya masih banyak di gudang, kami tidak bisa menghentikan penjualannya, karena dikira penimbunan," kata Roy.

Dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir itu, Aprindo sudah melakukan audiensi secara formal maupun informal kepada Kementerian Perdagangan, BPDPKS, Kantor Sekretariat Presiden, hingga Wakil Rakyat pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI.

Alasan Menteri Zulhas Enggan Bayar Utang Migor

Kemendag menolak membayar utang rafaksi minyak goreng atau migor kepada pengusaha ritel modern senilai Rp 344 miliar. Alasannya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur kebijakan rafaksi tersebut sudah dihapus.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan pembayaran utang tersebut membutuhkan payung hukum. "Kalau kami bayar tapi Permendagnya tidak ada, nanti kami dipenjara," kata Zulhas saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (4/ 5).

Utang tersebut merupakan selisih pembayaran yang dijanjikan Kemendag atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap atau HET.

Kebijakan minyak goreng satu harga diatur dalam Permendag 3/2022 tentang minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter.

Zulhas mengatakan saat ini Kemendag masih menunggu hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung atau Kejagung mengenai permasalahan pembayaran rafaksi minyak goreng. Kemendag perlu melakukan konsultasi hukum mengenai pembayaran selisih harga tersebut.

Kemudian dia mengatakan, Kementerian Perdagangan pasti akan memproses pembayaran utang migor Rp 344,3 miliar itu. Namun pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian. Sehingga, sampai saat ini Kemendag belum mau membayar utang tersebut.

"Jadi memang prinsipnya kehati-hatian. Kami pasti akan proses, tapi masih menunggu hasil hukum dari Kejagung, karena belum ada hasilnya," ujar Zulhas.

Reporter: Nadya Zahira