Tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rp 250.000, Dapat Subsidi APBN

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Pekerja melintas di area proyek pembangunan Depo Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Depo Tegalluar,Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/5). Area stabling dan alur keluar masuk dengan fasilitas 14 jalur tersebut telah mencapai progres pembangunan pada tahap 83,70 persen.
14/8/2023, 08.49 WIB

Tarif Kereta Cepat Jakarta Bandung atau KCJB ditetapkan sebesar Rp 250.000 pada tahap awal operasi. Tarif tersebut akan mendapatkan subsidi Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN.

"Pada awal pengoperasian, kami ada tarif yang menarik Rp250.000. Ini sedang kami ajukan ke Kementerian Perhubungan," kata Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China Dwiyana, Slamet Riyadi, di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/8), dikutip dari Antara.

Dengan harga Rp 250 ribu, kata Dwiyana, artinya tarif kereta cepat hampir sama dengan kereta Argo Parahyangan yang dioperasikan PT KAI. Saat ini Tarif Kereta Eksekutif Argo Parahyangan mencapai Rp 200.000.

Dwiyana mengatakan, pengguna transportasi bisa menghemat waktu dengan menggunakan kereta cepat. Pasalnya jarak tempuh kereta cepat antara Jakarta dan Padalarang hanya 30 menit.

"Bayangkan misalnya, saya bisa berangkat kerja dari rumah saya di Kota Baru Parahyangan dan sampai kantor di Halim 30 menit. Siangnya bisa pulang dulu untuk istirahat dan kembali sebelum istirahat siang selesai, dan sebelum malam kembali pulang," ucapnya.

Dwiyana memprediksi Kereta Cepat Jakarta Bandung akan membuat gaya hidup masyarakat di Jakarta dan Bandung akan berubah. Tidak memungkinkan jika ada kehidupan commuter di antara dua kota tersebut.

"Ini akan mengubah peradaban. Jakarta-Bandung akan berubah menjadi commuter. Namun memang kereta cepat ini untuk segmen-segmen tertentu karena mereka yang membutuhkan kecepatan dan kenyamanan," ucapnya.

Disubsidi Pemerintah

Presiden Joko Widodo memastikan tiket kereta LRT Jabodebek, kereta cepat Jakarta-Bandung, MRT, dan sejumlah moda transportasi lainnya akan disubsidi pemerintah.

“Ada subsidi, baik yang namanya kereta bandara, baik yang namanya Transjakarta, KRL, baik yang namanya kereta api, baik yang namanya LRT, baik yang namanya MRT, baik namanya kereta cepat, semuanya harus ada subsidinya,” kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8).

Jokowi pada kesempatan itu mencoba kereta LRT Jabodebek Lintas Bekasi dari Stasiun Jati Mulya, Bekasi, Jawa Barat ke Stasiun Dukuh Atas, Jakarta.

Presiden mengatakan subsidi tersebut akan diberikan melalui Public Service Obligation (PSO). Pemberian subsidi tersebut agar dapat meringankan harga tiket moda transportasi yang dibebankan ke konsumen.

Dengan begitu, Jokowi berharap masyarakat dapat berpindah ke transportasi massal dari penggunaan kendaraan pribadi. Presiden Jokowi memaparkan bahwa akibat masifnya penggunaan kendaraan pribadi, kemacetan di Jabodetabek dan Bandung semakin parah.

“Kerugian kita per tahun itu hampir Rp100 triliun karena kemacetan di Jabodetabek dan Bandung,” ujarnya.

Menurutnya, kemacetan tersebut harus segera diatasi karena telah merugikan perekonomian Jabodetabek dan Bandung secara signifikan. Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi kemacetan itu, di antaranya, dengan memberikan subsidi agar tiket moda transportasi massal terjangkau.

“Bahwa harus ada subsidi ya itu kewajiban pemerintah, kewajiban negara. karena ini bentuk pelayanan terhadap masyarakat,” ujarnya.

Mayoritas Masyarakat nilai KCJB Bermanfaat

Hasil survei Kurious-Katadata Insight Center menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menilai pembangunan KJCB penting dan bermanfaat.

Kurious-KIC menggunakan skala 1-5 pada survei ini. Semakin tinggi angka skala, maka pembangunan KJCB dinilai sangat penting/bermanfaat.

Sebaliknya, semakin rendah skala, maka pembangunan KJCB dinilai sangat tidak penting/bermanfaat. Adapun skala 3 menandakan penilaian netral.

Pada tingkat kepentingan, mayoritas atau 32,6% responden menilai pembangunan KJCB pada skala 5 atau sangat penting. Lalu, diikuti oleh responden yang menilai tingkat pembangunan kereta cepat ini pada skala 3 (23,4%), dan disusul skala 4 (22,3%).

Sementara, responden yang menilai pembangunan KJCB pada skala 1 atau sangat tidak penting hanya 13%. Lalu, diikuti responden yang menilai pembangunan proyek tersebut pada skala 2 sebesar 8,7%.

Begitu pula pada tingkat kebermanfaatan, mayoritas atau 31,9% responden menilai pembangunan KJCB pada skala 5 atau sangat bermanfaat. Kemudian, disusul dengan skala 3 (25%) dan skala 4 (23,1%).

Reporter: Antara