Pengusaha Minta Pemerintah Hati-hati jika Ingin Perketat Impor

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani meminta pemerintah hati-hati saat ingin membuat kebijakan untuk memperketat impor.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
11/10/2023, 20.55 WIB

Pemerintah berencana mengembalikan pengawasan impor dari di kawasan berikat atau post-border menjadi di pelabuhan atau border.  Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W Kamdani mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan tersebut karena mayoritas barang yang diimpor ke dalam negeri adalah bahan baku dan bahan penolong.

Shinta mencatat, sekitar 70% dari total bahan baku yang digunakan pabrikan lokal masih bergantung pada impor. Sementara itu, 90% bahan pembantu masih didatangkan dari luar negeri.

"Ini artinya pengetatan akan berpengaruh pada proses produksi di dalam negeri. Jadi, kita mesti berhati-hati dalam unsur pengetatan impor ini," kata Shinta dalam konferensi pers, Rabu (11/10).

Shinta menjelaskan, performa impor saat ini berkorelasi langsung dengan ekspor nasional. Ia berpendapat pengetatan impor yang tergesa-gesa dapat mengganggu daya saing produk lokal.  Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk melihat kesiapan industri lokal sebelum melakukan pengetatan impor. Hal tersebut penting untuk mengetahui apakah pabrikan di dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan nasional.

"Saya pikir perlu untuk melindungi UMKM dan industri, tapi saya rasa pemerintah perlu masukan-masukan dari pelaku untuk menerapkan satu kebijakan yang utuh," ujarnya.

Shinta mengakui memang terdapat aktivitas impor ilegal, terutama dari Cina karena kebijakan impor yang berlaku saat ini. Apalagi, menurut dia, sebagian barang yang diimpor menggunakan skema dumping yang dapat menganggu daya saing industri domestik. 

Dumping adalah strategi perdagangan internasional dengan menjatuhkan harga jual secara sadar di negara tujuan ekspor. Strategi ini  bertujuan untuk mendominasi pangsa pasar di negara tujuan ekspor dengan mendisrupsi harga pasar.

Menurut Shinta, dumping dapat memperlambat kinerja usaha dan menurunkan daya beli masyarakat dalam jangka panjang. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan nasional.  "Kami melihat impor ilegal didorong oleh permintaan, jadi kita harus memperhatikan itu. Oleh karena itu, batasan pengetatan impor perlu ditetapkan pemerintah dengan seksama, tidak hanya bersifat reaktif," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengumumkan bahwa pemerintah akan memperketat pengawasan sejumlah daftar kode barang atau Harmonized System (HS). Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi impor barang konsumsi yang membanjir, termasuk melalui penjualan di sosial media.

"Presiden Jokowi menginstruksikan para menteri bersama Kapolri menangani dan mengatasinya banjirnya impor barang konsumsi," ujar Sri Mulyani dalam unggahannya di akun Instagram, dikutip Senin (9/10).

Dia menjelaskan, berbagai langkah terus dan akan ditingkatkan untuk mengatasi impor barang konsumsi tersebut. Salah satunya, dengan mengubah sistem lalu lintas barang dari post border menjadi border control terhadap produk tertentu sebanyak 327 HS.

Produk yang dimaksud antara lain, mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional dan suplemen kesehatan. Selain itu, terdapat pula produk pakaian jadi, dan aksesoris pakaian jadi sebanyak 328 HS, serta produk tas 23 HS.



Reporter: Andi M. Arief