Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebut Indonesia dapat mengantongi status swasembada beras, semudah membalik telapak tangan. Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menyebut, Indonesia saat ini memang sudah mencapai swasembada beras meski masih mengimpor.
Andreas mengatakan menjelaskan status swasembada merupakan kondisi di mana 90% kebutuhan sebuah pangan dapat dipenuhi dari dalam negeri. Ia mendata volume impor beras selama 10 tahun terakhir belum pernah menembus 3 juta ton atau 10% dari rata-rata produksi beras nasional.
"Mau Menteri Pertaniannya ganti lagi, produksi beras 2024 akan swasembada, apalagi sudah ditopang impor beras pada 2023," kata Andreas kepada Katadata.co.id, Kamis (26/10).
Ia memperkirakan pemerintah tak akan lagi banyak mengimpor beras pada tahun depan karena sudah membeli beras dari luar negeri mencapai 2,8 juta ton. Pemerintah sebelumnya mengizinkan kuota impor sebanyak 2 juta ton pada tahun ini dan masih memiliki sisa kuota impor beras pada tahun lalu sebanyak 300 ribu ton.
Pemerintah kembali memberikan kuota impor beras sejumlah 1,5 juta ton pada akhir tahun ini. Perum Bulog menargetkan 500.000 ton dari kuota akhir 2023 akan tiba di dalam negeri pada Desember 2023.
Andreas mengatakan, proyeksi penurunan produksi tahun ini hanya sekitar 650.000 ton. Dengan demikian, ia menghitung akan ada 2,1 juta ton stok beras impor yang siap didistribusikan ke pasar.
"2,1 juta ton itu bukan jumlah yang kecil. Jadi, pasti enggak akan impor tahun depan, enggak usah diomongin pasti enggak akan impor," ujarnya.
Senada, Pengamat Pertanian dan Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, produksi beras di dalam negeri telah dalam kondisi swasembada. Menurutnya, rata-rata volume impor beras hanya 4-5% sejak 2018.
Ia menilai, peniadaan beras impor cukup sulit mengingat luas panen padi kerap berkurang sementara produktivitas padi hanya tumbuh tipis. Meski demikian, Khudori mengakui impor beras tidak dilakukan setiap tahun.
Khudori mencatat impor beras dalam volume besar hanya terjadi pada tahun ini dan pada 2018 yang juga mencapai 2,3 juta ton. Selain itu, Khudori menemukan volume impor beras sebagian besar di bawah 1 juta ton.
Ia menilai peningkatan produksi beras selama masa kepemimpinan Amran sulit dilakukan melihat data historis produksi beras. Badan Pusat Statistik menemukan rata-rata penurunan volume produksi padi per tahun mencapai 0,23% pada 2015-2022.
Menghilangkan Impor Beras
Amran sebelumnya mendefinisikan kondisi swasembada sebagai menghilangkan kegiatan importasi beras. Ia pernah berhasil meniadakan jagung impor saat menjabat sebagai Menteri Pertanian pada 2014-2019.
Khudori mengatakan, peniadaan jagung impor tersebut berimplikasi pada harga jagung saat ini. Dengan demikian, harga telur ayam dan daging ayam ikut menanjak sejak jagung impor hilang di pasar.
Ia menilai, peniadaan jagung impor hanya membuat masalah baru, yakni lonjakan impor gandum. BPS mendata nilai impor gandum menembus US$ 3 miliar pada dua tahun terakhir.
"Beras jangan sampai seperti itu. Mengejar target produksi dan menutup keran impor, tapi di sisi lain komoditas substitusi meledak impornya. Itu kan kamuflase, ini bukan sesuatu yang riil," kata Khudori kepada Katadata.co.id.
Oleh karena itu, Khudori mendorong Amran untuk hanya melaksanakan program kerja yang riil. Dengan kata lain, Khudori menyarankan Amran untuk memasang pondasi produksi bagi pemerintahan selanjutnya.
Khudori menilai, langkah tersebut lebih nyata walau Amran tidak bisa menikmati hasil program tersebut. Khudori berpendapat hal tersebut realistis mengingat masa jabatan Amran kurang dari setahun.