Indeks Kepercayaan Industri Turun Efek Melemahnya Daya Beli Konsumen

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/tom.
Seorang pengunjung berjalan di samping rak minyak goreng kemasan di Supermarket GS, Mal Boxies123, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/12/2021). Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi mengusulkan penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) untuk menyubsidi harga minyak goreng yang terus mengalami kenaikan. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/tom.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
31/10/2023, 16.59 WIB

Kementerian Perindustrian mencatat Indeks Kepercayaan Industri atau IKI melambat 1,81 poin menjadi 50,7 per Oktober 2023. Indeks melemah, terutama akibat penurunan daya beli masyarakat.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan ada tiga pendorong perlambatan IKI pada bulan ini. Pertama, penurunan daya beli secara global.  Febri menilai pelemahan daya beli di pasar global dipicu oleh kenaikan harga energi dan suku bunga acuan. Biaya dana sektor manufaktur naik yang berdampak pada harga jual barang manufaktur.

“Suku bunga acuan yang naik membuat masyarakat cenderung lebih berhati-hati khususnya dalam mengambil pinjaman. Pada gilirannya, hal ini mengurangi pengeluaran mereka untuk berbagai keperluan,” kata Febri dalam keterangan resmi, Selasa (31/10).

Pelemahan daya beli terutama terjadi di negara mitra dagang utama pabrikan domestik, seperti Cina dan negara-negara di Eropa. Kondisi ini membuat permintaan produk manufaktur nasional susut secara signifikan di pasar global

Penurunan permintaan membuat variabel pesanan baru dalam IKI susut 3,34 poin menjadi 50,83. Febri mengatakan, penurunan variabel tersebut juga didorong oleh melemahnya daya saing produk lokal di pasar domestik.

Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah. Febri mencatat rupiah telah melemah selama lima bulan berturut-turut hingga bulan ini. Bank Indonesia mendata rupiah melemah Rp 305 atau 1,95% secara tahun berjalan menjadi Rp 15.897 per hari ini, Selasa (31/10).

Ia menyampaikan pelemahan rupiah telah berdampak pada kemampuan pabrikan membeli bahan baku. Ini karena sebagian besar bahan baku masih bergantung pada impor.

Febri mencatat, impor bahan baku penolong turun 4,86% secara bulanan per Oktober 2023, sementara itu, impor barang modal susut 12,27%. Variabel persediaan produk dalam IKI naik 0,5 poin dari 47,4 per September 2023 menjadi 47,90 pada bulan ini.

Febri bercerita kondisi tersebut disebabka oleh kenaikan persediaan di gudang pabrik. Para pengusaha juga menahan produksi karena biaya produksi dan minimnya ketersediaan bahan baku.

Ketiga, banjirnya produk impor dan barang ilegal sepanjang Oktober 2023. Febri menyampaikan fenomena tersebut menggerus IKI pada 16 subsektor manufaktur. Tiga subsektor manufaktur paling terdampak adalah mesin dan perlengkapan, pengolahan tembakau, dan elektronika.

“Aparat Penegak Hukum dan Kementerian/Lembaga terkait belum bisa meredam banjirnya barang-barang impor dan barang ilegal yang menggerogoti pasar produsen domestik,” ujarnya.

Febri menyampaikan, IKI subsektor Industri Mesin dan Perlengkapan tercatat masuk ke kondisi kontraksi setelah ada di posisi ekspansi pada September 2023. Menurutnya, penurunan IKI yang signifikan pada subsektor tersebut disebabkan oleh penurunan beberapa harga komoditas tambang, seperti batu bara dan nikel.

Walau demikian, Febri menemukan sebagian besar atau 61% pabrikan di dalam negeri optimistis terhadap kondisi manufaktur hingga April 2023. Febri mengatakan, ada tiga subsektor yang masih mengalami pertumbuhan IKI per Oktober 2023, yaki Industri Kayu, Barang dari Kayu, dan Gabus; Industri Barang Galian Bukan Logam; dan Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan.


Reporter: Andi M. Arief