Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mengalami masa sulit mencari pasokan beras impor untuk memenuhi konsumsi pangan masyarakat. Hal tersebut merupakan imbas dari kebijakan 22 negara ekportir beras yang tidak lagi menjual beras ke luar negeri.
Langkah untuk mengimpor beras merupakan upaya untuk menutupi kekurangan pasokan pangan. Hal ini merupakan imbas akibat fenomena gelombang panas yang menyapu tujuh provinsi di Indonesia sejak pertengahan tahun ini.
"Tanya ke Pak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, sulit mencari barangnya. Semua negara ngerem ekspor beras untuk menyelamatkan rakyatnya," kata Jokowi saat memberikan sambutan pada peresmian pembukaan Rakernas LDII pada Selasa (7/11).
Adapun Indonesia memasang target impor beras seberat 2,3 juta ton sepanjang 2023, dengan rincian 2 juta ton merupakan kuota baru dan 300 ribu ton adalah sisa kuota impor 2022. Dari total kuota tersebut, realisasi impor beras hingga 6 Oktober 2023 mencapai 1,12 juta ton.
Adapun Badan Pangan Nasional (Bapanas) menargetkan pemenuhan seluruh kuota impor beras sejumlah 2 juta ton tahun ini akan rampung pada November 2023.
Jokowi juga akan menambah impor beras 1,5 juta ton untuk mengantisipasi pengurangan produksi nasional akibat El Nino. Meski demikan, pemerintah baru mengunci komitmen pengiriman impor beras sebanyak 600 ribu ton hingga 31 Desember 2023.
Mayoritas beras impor akan datang dari Vietnam dan Thailand. Adapun beras dari Kamboja yang bakal masuk hingga akhir tahun diprediksi sekitar 10 ribu ton. Sementara beras dari Vietnam dan Thailand masing-masing di kisaran volume 1 juta ton.
"Kedaulatan pangan dan ketahanan pangan itu harus menjadi program kita ke depan," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan peristiwa serupa juga terjadi pada komoditas gandum. Dia menjelaskan dampak konflik antara Rusia dan Ukraina mengakibatkan impor 3,3 juta ton gandum ke Indonesia terhenti.
Padahal permintaan impor gandum Indonesia ke Rusia dan Ukraina mencapai 30% dari total impor gandum nasional sebanyak 11 juta ton. "Kapalnya tidak berani mengirim barang karena ada perang, semuanya berhenti," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, porsi impor gandum 11 juta ton per tahun terbilang cukup tinggi mengingat kondisi geografis dan faktor lahan yang tidak cocok untuk memanam gandum. Impor diperlukan untuk memenuhi permintaan pangan berbasis tepung terigu dan pakan ternak.