Produsen: Pola Makan Masyarakat Berubah, Konsumsi Minyak Goreng Turun

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
Seorang warga membeli goreng minyak subsidi di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
12/12/2023, 17.20 WIB

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia atau Gimni menyebut perubahan pola makan masyarakat telah menurunkan konsumsi minyak goreng. Akibatnya, produksi minyak goreng pun lebih rendah dari proyeksi awal 2023. 

Ketua Umum Gimni Sahat Sinaga mengatakan konsumsi minyak goreng berpindah ke produk margarin, shortening, dan speciality fat. Produksi agregat ketiga produk tersebut diramalkan naik hampir 24% menjadi 2,2 juta ton dari proyeksi awal tahun 1,8 juta ton.

"Saya lihat kenaikan produksi shortening, margarin, dan speciality fat cukup signifikan. Saya sudah sampaikan ke pemerintah," kata Sahat kepada Katadata.co.id, Selasa (12/12).

Produksi shortening dan speciality fat sepanjang 2023 telah naik 30% dari proyeksi awal tahun sekitar 891 ribu ton menjadi 1,16 juta ton. Untuk produksi margarin, angkanya naik 18% menjadi sekitar 1,1 juta ton.

Untuk diketahui, shortening  atau mentega putih biasanya menjadi bahan baku dalam produksi roti. Bahan baku pembuatannya adalah 100% lemak nabati atau hewani, dapat pula kombinasi keduanya. Karena itu, shortening juga dapat dipakai untuk menggoreng. 

Sedangkan speciality fat atau lemak pengaplikasian khusus umumnya menjadi bahan baku produk yang digunakan dalam menghias kue. Formula lemai ini memiliki ciri fisik seperti cocoa butter dan dapat meleleh signifikan pada suhu tubuh manusia. 

Sahat berpendapat perubahan pola konsumsi tersebut juga didorong oleh maraknya layanan jasa antar makanan. "Tahun ini jadi tahun yang menarik bagi industri oleopangan. Dengan jasa antar makanan, mungkin pisang goreng bisa didatangkan dengan cepat," ujarnya.

Perubahan pola konsumsi tersebut membuat produksi minyak goreng berkurang tahun ini. Sahat meramalkan produksi minyak goreng akan susut 12% dari proyeksi awal tahun sejumlah 4,8 juta ton.

Secara rinci, Sahat meramalkan produksi minyak goreng untuk kebutuhan pasar tradisional mencapai 3,34 juta ton dan untuk ritel modern sejumlah 1,34 juta ton.

Reporter: Andi M. Arief