Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan akan mengevaluasi Harga Eceran Tertinggi atau HET Minyak Goreng Curah pada bulan depan. Menurutnya, evaluasi tersebut untuk menyesuaikan harga Minyak Kita di pasar.
Harga Minyak Kita saat ini setara dengan HET minyak goreng curah. Adapun HET minyak goreng curah saat ini adalah Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Zulhas mencatat, HET minyak goreng curah belum diubah selama dia menjabat sebagai Menteri Perdagangan atau selama 1,5 tahun.
"Harga Minyak Kita bulan depan akan kami evaluasi karena sudah 1,5 tahun. Pada Februari 2024 akhir akan ditentukan apakah harga Minyak Kita harus tetap Rp 14.000 per liter atau disesuaikan jadi Rp 15.000 per liter," kata Zulhas dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (4/1).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim sebelumnya tengah mempertimbangkan penyesuaian harga eceran tertinggi minyak goreng curah sebagai keberlanjutan Program Minyak Goreng Rakyat. Penyesuaian HET dibutuhkan agar harganya dapat mengikuti inflasi.
Program Minyak Goreng Rakyat bertujuan untuk menjaga ketersediaan minyak goreng curah di dalam negeri. Hal tersebut dilakukan dengan penerbitan aturan kewajiban pasar domestik atau DMO dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat.
Badan Pangan Nasional mendata rata-rata nasional harga minyak goreng curah telah mencapai Rp 14.670 per liter pada hari ini, Kamis (4/1). Harga minyak goreng curah tertinggi ditemukan di Maluku Utara senilai Rp 20.000 per liter, sedangkan terendah ada di Kalimantan Selatan atau hanya Rp 13.380 per liter.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia atau Gimni menyatakan naiknya harga minyak goreng bukan berasal dari pabrikan. Sebab, harga minyak sawit mentah atau CPO di dalam negeri tidak berubah dari Agustus 2023 yang senilai Rp 11.300 per kilogram.
"Kemungkinan besar harga minyak goreng naik saat sampai di ritel. Kalau para pedagang mau menaikkan harga, kami tidak bisa bilang-apa-apa," kata Ketua Umum Gimni Sahat Sinaga kepada Katadata.co.id, Selasa (12/12).
Selain di pasar, ia menduga kenaikan harga minyak goreng dapat disebabkan oleh proses distribusi. Adupun terkait produksi, ia memprediksi realisasi pada 2023 akan lebih rendah dari proyeksi awal yang sebesar 4,8 juta ton. Prediksi kebutuhan pasar tradisional mencapai 3,34 juta ton, sedangkan ritel modern 1,34 juta ton.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2023, produksi minyak goreng lebih rendah 12% dari proyeksi. Penurunan produksi terjadi karena rendahnya permintaan.
Sahat mengatakan, telah terjadi perubahan pola makan di masyarakat, khususnya pada kota-kota besar. Kini, masyarakat cenderung mengonsumsi makanan cepat saji dan roti, dibandingkan makanan yang digoreng. "Karena itu, tidak ada logikanya harga minyak goreng naik di pabrik," katanya.