Harga Gas Murah Dihapus, Subsidi Pupuk Bisa Bengkak Triliunan Rupiah

ANTARA FOTO/Yudi/nym.
Ilustrasi. Pemerintah menetapkan HGBT untuk sebagian industri adalah US$ 6 per MMBTU, termasuk industri pupuk.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
13/3/2024, 15.56 WIB

PT Pupuk Indonesia menyatakan penghentian kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu atau HGBT akan berdampak besar pada harga pupuk. Setiap kenaikan harga gas sebesar US$ 1 per MMBTU akan menaikkan biaya subsidi pupuk mencapai Rp 2,6 triliun

Pemerintah menetapkan HGBT untuk sebagian industri adalah US$ 6 per MMBTU, termasuk industri pupuk. Direktur Utama Rahmad Pribadi menghitung. penghentian kebijakan tersebut akan menambah alokasi anggaran subsidi pupuk. Ini karena gas bumi berkontribusi hingga 70% dari biaya produksi pupuk nasional.

"Dapat kami laporkan setiap kenaikan harga gas senilai US$ 1 per MMBTU akan menaikkan biaya subsidi pupuk sejumlah Rp 2,6 triliun," kata Rahmad dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (13/3).

Alokasi anggaran subsidi pupuk tidak berubah hingga tahun lalu atau sekitar Rp 26 triliun. Namun, volume pupuk subsidi konsisten menyusut sejak 2019 sampai tahun ini menjadi 4,73 juta ton.

Pada 2018, volume subsidi pupuk mencapai 9,55 juta ton dengan empat jenis pupuk. Capaian tersebut susut menjadi 6,13 juta ton pada 2023 dengan dua jenis pupuk.

Meski demikian, pemerintah telah menyetujui penambahan anggaran senilai Rp 14 triliun pada alokasi pupuk subsidi tahun ini. Rahmad menilai, Pupuk Indonesia siap memenuhi penambahan permintaan tersebut.

Rahmad memaparkan, kapasitas produksi Pupuk Indonesia kini mencapai 10 juta ton per tahun untuk urea dan 5 juta ton per tahun untuk NPK. Ia memproyeksikan permintaan pupuk bersubsidi tahun ini adalah 5 juta ton urea dan 4,5 juta ton NPK.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan, peningkatan pupuk subsidi penting mengingat terjadinya kenaikan harga pupuk. Ia mencatat bahan baku pupuk kini telah naik 230% secara tahunan.

"Harga bahan baku pupuk naik karena perang antara Rusia dan Ukraina sejak 2022," kata Amran.

Amran menilai, berkurangnya volume produksi padi berkorelasi langsung dengan pengurangan pupuk subsidi. Ia memaparkan, produksi beras nasional turun dari capaian 2018 sejumlah 34 juta ton menjadi 31 juta ton pada 2019-2023.

Menurut Amran, kondisi pengurangan volume pupuk bersubsidi diperburuk dengan berkurangnya jenis pupuk bersubsidi. Pemerintah mendistribusikan empat jenis pupuk bersubsidi pada 2018, yakni urea, NPK, SP-36, dan ZA. Jenis pupuk tersebut kini berkurang menjadi hanya urea dan NPK.

"Langkah paling ekstrem adalah menghilangkan pupuk SP-36 dari pupuk bersubsidi, ini tidak pernah terjadi di dunia pertanian," ujarnya.

Reporter: Andi M. Arief