Kementerian Investasi Akan Cek Tata Kelola Vale Usai Libur Lebaran

Katadata/ Wahyu DJ
Ilustrasi, aktivitas pabrik pengolahan Nikel milik PT Vale Indonesia (INCO) di wilayah Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Penulis: Agung Jatmiko
10/4/2024, 18.35 WIB

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tengah mengecek tata kelola investasi PT Vale Indonesia Tbk sebelum pemerintah memberikan keputusan terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Hal ini diungkapkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kepada awak media dalam acara open house di kediamannya, di Jakarta. Bahlil mengatakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah mengirimkan dokumen dan saat ini tengah dicek.

Ia menjelaskan, pihaknya akan memastikan seluruh dokumen persyaratan perpanjangan IUPK sudah sesuai, serta tidak ada masalah. Ini agar pemberian IUPK bisa dilakukan.

"Nanti di saat kerja ya, saya cek. Pemeriksaan dokumen akan kembali dilakukan setelah libur Lebaran," kata Bahlil, dilansir dari Antara, Rabu (10/4).

Sebelumnya, Vale Indonesia mengharapkan adanya dokumen IUPK dari pemerintah dapat memberikan kepastian terkait dengan rencana investasi perusahaan ke depan.

Apalagi, Vale Indonesia juga sedang mengembangkan tiga proyek smelter nikel baru dengan total investasi hampir US$ 9 miliar, yang tersebar di Sorowako (Sulawesi Selatan), Polamaa (Sulawesi Tenggara), dan Bahodopi (Sulawesi Tengah).

"Kami sangat berharap bisa segera karena dengan adanya IUPK tentunya ini menjadi jaminan kepastian kami lagi ke depan. Bayangkan saja, mau investasi US$ 9 miliar IUPK-nya belum jelas, padahal kalau berbisnis harus jelas juga ke depan," kata Senior Manager Communication Vale Indonesia Bayu Aji.

Adapun, untuk perpanjangan IUPK PT Freeport Indonesia, Bahlil mengatakan masih dalam proses karena masih ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya, terkait pembangunan smelter di Papua dan penambahan saham pemerintah sebesar 10%.

Pembangunan smelter menjadi salah satu fokus, karena selama ini Freeport membangun smelter di luar Papua, meski tambangnya berada di Papua. Bahlil mengatakan, pemerintah menginginkan pemerataan ekonomi, sehingga pembangunan smelter di Bumi Cendrawasih tersebut, diupayakan terwujud.

Saat ini, porsi kepemilikan pemerintah di Freeport tercatat sebesar 51%. Ke depan, jika penambahan 10% terjadi, maka total saham pemerintah akan mencapai 61%.

"Nanti ke depan saat masa kontrak tahap kedua sudah selesai, nanti kepemilikan pemerintah menjadi 61%. Jadi, Freeport bukan lagi Freeport McMoran, melainkan Freeport Indonesia,"ujar Bahlil.

Sebagai informasi, IUPK Freeport akan berakhir pada 2041. Terdapat beberapa syarat yang diminta oleh pemerintah antara lain, kepemilikan saham Indonesia melalui MIND ID ditambah kenaikan porsi kepemilikan pemerintah sebanyak 10%. Freeport juga diwajibkan untuk membangun smelter baru di Kawasan Terpadu Fakfak, Papua Barat.

Bahlil mengatakan, pemerintah memang berencana untuk memperpanjang kontrak dengan Freeport, sebab produksi tambang tembaga tersebut akan mencapai puncaknya pada 2035.

Reporter: Antara