Gelombang penolakan tabungan perumahan rakyat atau Tapera terus muncul. Asosiasi Pengusaha Indonesia keberatan karena 0,5% dari iuran program ini ditanggung perusahaan.
"Sejak muncul Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5).
Serikat pekerja pun menolak program Tapera. Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia atau KASBI Sunarno mengatakan, iuran Tapera sebsear 2,5% yang dibebankan dari gaji buruh menambah banyak potongan gaji.
Potongan tersebut tidak langsung menjamin buruh mendapat rumah dalam waktu cepat. “Pemerintah seharusnya fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara, bukan malah memotong gaji buruh yang kecil,” kata Sunarno kemarin.
Ia menghitung, saat ini potongan gaji buruh sudah sangat besar dan tidak sebanding dengan kenaikan upah yang kecil. Mulai dari potongan BPJS Kesehatan sebesar 1%, jaminan hari tua (JHT) 2%, jaminan pensiun 1%, pajak penghasilan (PPh) 21 sebesar 5%, potongan koperasi, dan ditambah Tapera 2,5%.
Merunut pada sejarahnya, Tapera merupakan pengalihan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Bapertarum-PNS. Pengalihan pengelolaannya mulai terjadi sejak UU Tapera muncul.
Sejarah Bapertarum
Situs Badan Pengelola atau BP Tapera menuliskan, Bapertarum adalah badan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 14 Tahun 1993. Presiden Suharto kala itu menetapkannya pada 15 Februari 1993.
Baperatrum mengemban tugas meningkatkan kesejahteraan PNS melalui skema bantuan dalam memiliki rumah yang layak. Caranya dengan melakukan pemotongan gaji para pegawai negeri sipil dan mengelola tabungan perumahan.
Potongan gaji itu sesuai dengan golongan PNS. Mulai dari Rp 3 ribu untuk Golongan I, Rp 5 ribu Golongan II, Rp 7 ribu Golongan III, dan Rp 10 ribu Golongan IV. Nilai iuran tidak pernah mengalami peningkatan hingga dihentikan oleh Menteri Keuangan per Agustus 2020.
Iuran tersebut dibayar melalui Kementerian Keuangan dan dicatat pada rekening kas negara. Pengelolaan dana Taperum-PNS dilakukan secara omnibus alias gelondongan dengan perhitungan saldo peserta berdasarkan riwayat golongan, bukan pencatatan saldo secara individual.
Peran Bapertarum-PNS sebatas meringankan beban membayar uang muka. PNS dapat mendapat bantuan uang muka secara cuma-cuma sebesar Rp 1,3 juta sampai Rp 1,8 juta sesuai golongan (tidak termasuk golongan IV). Ada pula tambahan uang muka berupa pinjaman yang harus dikembalikan, maksimal Rp 15 juta.
Saat memasuki pensiun, PNS mendapat pengembalian dari akumulasi pokok iuran Taperum-PNS tanpa hasil pengembangan. Sebab, hasil pengembangan digunakan untuk memberikan bantuan/subsidi kepada pegawai negeri sipil lainnya dan operasional Bapertarum-PNS. Pengembalian akumulasi pokok hanya berlaku bagi PNS yang belum menerima manfaat.
Pemerintah lalu menerbitkan UU Tapera pada 2016. Tujuannya untuk menghimpun dan menyediakan dana murah untuk pembiayaan perumahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Di dalam aturan itu tertulis soal peralihan Bapertarum-PNS ke BP Tapera. Pasal 77 menyebutkan, semua aset untuk dan atas nama Bapertarum-PNS dilikuidasi. Lalu, bagi PNS aktif, dana tabungan dan hasil pemupukannya akan dialihkan menjadi saldo awal kepesertaan Tapera. Terakhir, untuk PNS pensiun, dana tabungan dan hasil pemupukannya dikembalikan kepada PNS pensiun atau ahli waris.
Per 24 Maret 2018, Bapertarum-PNS dibubarkan dan beralih menjadi BP Tapera. Kepesertaanya diperluas hingga ke para pekerja swasta, mandiri, dan informal.