Pemerintah Akan Atur Penggunaan AI

Urdu Technology
Ilustrasi. Pemerintah menyebut, penggunaan teknologi AI membutuhkan tenaga kerja yang inovatif dan kreatif. Namun, implementasi teknologi tersebut perlu dibatasi agar tidak melanggar kemerdekaan maupun hak individu lain.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
13/6/2024, 12.48 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berencana menerbitkan regulasi penggunaan kecerdasan buatan atau AI. Meski demikian, pemerintah menekankan beleid tersebut tidak akan membatasi perkembangan teknologi AI di dalam negeri.

Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kemenko Perekonomian Chairul Saleh mengatakan, penggunaan teknologi AI membutuhkan tenaga kerja yang inovatif dan kreatif. Namun, implementasi teknologi tersebut perlu dibatasi agar tidak melanggar kemerdekaan maupun hak individu lain.

"Penggunaan AI harus diatur agar tidak melanggar hak properti intelektual berbagai pihak. Itu yang menurut kami perlu difokuskan pengaturannya, bukan soal perkembangan teknologi AI," kata Chairul di kantornya, Rabu (12/6).

Chairul mencontohkan, potensi pelanggaran aturan properti intelektual dalam penggunaan AI saat menggunakan suara artis maupun penyanyi yang sudah meninggal untuk menyanyikan lagu saat ini. Menurutnya, praktek tersebut menimbulkan beberapa permasalahan, seperti performance rights dan royalti rights.

Ia berpendapat pengaturan implementasi teknologi AI dapat digodok dengan pendekatan regulatory sandbox. Dengan kata lain, aturan yang diterapkan bersifat sementara dan fleksibel sementara pengguna teknologi AI dapat menguji produk dan model bisnisnya.

Salah satu contoh aturan yang terbit dengan pendekatan regulatory sandbox adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Chairul mengatakan, penggodokan aturan implementasi AI tersebut hasud dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan HAM. "Aturan tersebut harus dibentuk pada pemerintahan selanjutnya," ujarnya.

Ia menyampaikan, pengaturan tersebut penting lantaran 80 juta lapangan kerja akan hilang akibat implementasi AI. Menurutnya, jenis pekerjaan yang hilang adalah pekerjaan yang sifatnya rutin dan berulang, khususnya di bidang administrasi.

Salah satu dampak digitalisasi terhadap lapangan kerja telah dirasakan oleh sektor perbankan. "Sekarang, bertransaksi di bank tidak perlu berhadapan dengan teller karena sudah ada mesin otomatis yang bisa setor dan tarik tunai dan e-banking," ujarnya.

Oleh karena itu, Chairul mencatat beberapa pekerjaan yang akan hilang akibat digitalisasi, seperti data entry, admin secretary, bookkeeping, payroll manager, customer service, general operation manager, dan stock keeping clerk. Sementara itu, lapangan pekerjaan baru yang terbuka akibat digitalisasi adalah data analyst, data scientist, AI specialist, big data specialist, automatization process specialist, digital transformation specialist, software and application developer, dan IoT specialist.

"Pekerjaan-pekerjaan konvensional seperti pengemudi bahkan akan hilang juga, sementara tenaga kerja tetap ada. Untuk itu kami harus persiapkan tenaga kerja untuk beradaptasi," katanya.

Reporter: Andi M. Arief