Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman sekitar 70% atau 5.600 unit Industri Kecil dan Menengah konveksi tekstil telah menghentikan produksi hingga saat ini. Angka tersebut diproyeksi berlanjut jika Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2024 tidak direvisi selambatnya pekan ini.
Nandi mengatakan, sebagian IKM konveksi tekstil yang menghentikan produksi telah gulung tikar dan menjual mesin produksinya. Dengan demikian, ia mencatat jutaan lapangan kerja di IKM konveksi tekstil terancam oleh Permendag No. 8 Tahun 2024.
"Sebagian IKM konveksi yang menghentikan produksi telah menjual mesin produksi, tapi mayoritas masih bertahan. IKM yang menghentikan produksi akan menjual mesin kalau tidak dilindungi pemerintah," kata Nandi di Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
Nandi menduga, IKM yang menjual mesin produksinya akan beralih menjadi pedagang yang menjual tekstil impor. Sebab, pebisnis akan memilih lapangan usaha yang lebih menguntungkan. Dalam hal ini, produk tekstil lokal tidak bisa bersaing dengan tekstil impor akibat dugaan praktek dumping.
Untuk diketahui, praktek dumping adalah menurunkan harga jual dengan bantuan pemerintah untuk meningkatkan pangsa pasar di negara tujuan ekspor. Oleh karena itu, Nandi mendorong pemerintah menerapkan kuota impor bagi produk tekstil.
Nandi menilai pemerintah harus menghitung kemampuan produksi tekstil di dalam negeri dan menyesuaikannya dengan volume tekstil impor. Pada saat yang sama, Nandi menekankan dirinya tidak menolak keberadaan tekstil impor di dalam negeri.
"Namun kuota impor tekstil harus ada agar importasi tekstil tetap berjalan namun produsen tekstil dalam negeri tetap bisa jualan. Jangan seperti sekarang, impor melimpah dan kami dimatikan," ujarnya.
Buka Lapangan kerja
Nandi menegaskan mayoritas atau 70% IKM konveksi saat ini baru pada tahap menghentikan produksi. Maka dari itu, Nandi menjanjikan IKM konveksi tekstil dapat membuka 3 juta lapangan kerja jika pemerintah merevisi Permendag No. 8 Tahun 2024.
Nandi menjelaskan hal tersebut dapat terjadi lantaran IKM konveksi tekstil tidak mensyaratkan pendidikan tinggi pada tenaga kerjanya. Langkah tersebut sejalan dengan profil pendidikan ketenagakerjaan nasional yang mayoritas atau 35,78% di tingkat Sekolah Dasar.
"Tenaga kerja yang putus sekolah bahkan bisa kami terima. Kami tidak menentang pemerintah bekerja sama dengan oknum importir, tapi harus tanggung jawab dengan jutaan orang yang sekarang menganggur," katanya.
Kementerian Ketenagakerjaan mendata total tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja pada Januari-Mei 2024 hampir 70.000 orang. Hampir 65% atau 45.081 orang yang terkena PHK berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Tenaga kerja yang terkena PHK di Jawa Barat mencapai 9.733 orang dan di Jawa Tengah hingga 16.091 orang. Jawa Barat merupakan sentra IKM konveksi tekstil, sedangkan Jawa Tengah merupakan pusat industri tekstil nasional.